katakepri.com, Jakarta – Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap tanggal 1 Desember merupakan bentuk kampanye penyadaran pada masyarakat akan endemi AIDS di seluruh dunia akibat penyebaran infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Pertama kali peringatan Hari AIDS Sedunia diselenggarakan pada tahun 1988 atas persetujuan direktur UNAIDS, Dr Jonathan Mann terhadap gagasan James W. Bunn dan Thomas Netter, dua pejabat Organisasi Kesehatan Dunia bagian informasi masyarakat untuk Program AIDS Global di Geneva Swiss.
Peringatan Hari AIDS Sedunia 2017 kali ini mengambil tema ‘Hak Saya Untuk Sehat’ dengan bentuk kampanye #myrighttohealth. Setiap orang tidak terkecuali orang dengan HIV-AIDS (ODHA) mempunyai hak atas kesehatan yang sama, termasuk hak mencegah dan mengobati penyakit HIV-AIDS, hak pelayanan kesehatan dengan standar tertinggi, serta hak diperlakukan dengan hormat dan bermartabat.
Peringatan hari HIV-AIDS bertujuan untuk menghilangkan stigma yang ada. Foto: Ardian Fanani
|
Penyakit HIV-AIDS tergolong penyakit yang belum bisa disembuhkan, pengobatan yang bisa dilakukan yaitu dengan memperlambat perkembangan virus HIV dalam merusak sistem kekebalan tubuh penderitanya.
Pengobatan ini dapat membuat penderita HIV-AIDS untuk hidup lebih lama dan bisa menjalani kehidupan seperti biasa. Karena itu, peringatan Hari Aids Sedunia 2017 juga harus berisi edukasi terkait pengobatan penyakit HIV-AIDS.
“Di Indonesia, ada 255.527 kasus HIV. Kalau melihat laporan dari tiap provinsi di Indonesia, ada sekitar 100 ribu kasus per hari. Ini kebanyakan karena seks berisiko secara heterogen maupun homogen,” kata dr Wiendra Waworuntu, M. Kes Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan RI.
Hingga saat ini masih sering ditemukan masalah perlakuan kurang baik hingga diskriminasi hak hidup orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Oleh karena itu inti dari kampanye ‘Hak Saya Untuk Sehat adalah untuk mengakhiri wabah penyakit HIV-AIDS, dan kita juga berperan dalam menentukan besar kecilnya angka HIV-AIDS.
“Adanya diskriminasi karena masyarakat kurang mendapat informasi tentang penyakit HIV/AIDS, akibatnya masyarakat cenderung menghindari pergaulan dengan pengidap HIV-AIDS karena takut tertular” tambah dr Wiendra.
“Maka dari itu kita cegah bersama demi hidup yang lebih baik dan berkualitas.” tutupnya. (Red)
Sumber : detik.com