Asal Usul Obat PCC, Obat Nyeri yang Kerap Disalahgunakan

katakepri.com, Jakarta – Obat PCC menjadi buah bibir setelah terungkap kasus penyalahgunaannya oleh anak-anak di Kendari, Sulawesi Tenggara. Satu orang tewas sementara sekitar 25 orang lainnya dilarikan ke rumah sakit membutuhkan pertolongan medis.

Sesuai namanya obat PCC terdiri atas parasetamol, caffeine (kafein), dan carisoprodol (karisoprodol). Dari ketiga kandungan tersebut karisoprodol lah yang menyimpan efek samping paling berbahaya ketika disalahgunakan.

Dikutip dari jurnal Annals of the New York Academy of Sciences, karisoprodol sendiri awalnya dikembangkan oleh Dr Frank M. Berger di laboratorium Wallace pada tahun 1959 untuk menggantikan obat meprobamate. Harapannya karisoprodol dapat memiliki efek menenangkan yang lebih baik dan lebih sulit untuk disalahgunakan daripada pendahulunya.

“Karisoprodol tidak hanya memiliki efek kepada sistem saraf pusat, tapi juga menunjukkan properti analgesik yang tidak biasa,” tulis Berger.

Dari situ munculah obat PCP di pasaran dengan target utamanya adalah untuk meredakan nyeri pinggang. Kandungannya mujarab untuk meredakan rasa nyeri dan mengembalikan mobilitas otot-otot yang kaku.

Hingga pada tahun 1976 baru muncul laporan adanya kasus overdosis karena obat PCP. Peneliti pada saat itu melihat kemungkinan overdosis hormon serotonin di otak akibat karisoprodol.

Sejak saat itu berbagai lembaga pengawas obat dan makanan di seluruh dunia membatasi pemasaran obat PCP. Di Indonesia sendiri Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mencabut izin edar semua obat yang mengandung karisoprodol sejak tahun 2013.

“Mengingat dampak penyalahgunaannya lebih besar daripada efek terapinya, seluruh obat yang mengandung karisoprodol, termasuk somadryl, dibatalkan izin edarnya pada tahun 2013,” tulis BPOM dalam rilis. (Red)