Katakepri.com, Jakarta – Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah al-Mukarramah pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah—bertepatan dengan 571 Masehi. Seperti yang telah dijelaskan, beliau memiliki nenek moyang yang terhormat. Pada masa ketika al-Musthafa shalallahu ‘alaihi wasallam lahir, bangsa Arab yang memegang kekuasaan atas Makkah, wabilkhusus kunci Baitullah Ka’bah, ialah Suku Quraisy. Jauh sebelumnya, mereka lebih dikenal sebagai Bani Adnan karena merupakan keturunnan Adnan bin Hanaisa.
Dari mana datangnya nama Quraisy? KH Moenawar Chalil dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW (2001) menjelaskan beberapa hipotesis tentang itu. Sebuah riwayat menyebut, perkataan quraisy berasal dari qarisy yang berarti ‘hiu.’ Sebab, kakek ke-12 Nabi SAW, yakni an-Nadhar bin Kinanah dikisahkan pernah naik kapal bersama suatu rombongan.
Dalam pelayaran itu, tiba-tiba seekor hiu besar muncul. Para penumpang kapal panik, tetapi putra Kinanah ini dengan gagah berani menombak hewan tersebut. Kepala ikan karnivor itu dipotong, lalu dibawanya ke Makkah. Sejak itu, Nadhar digelari al-Quraisy karena berhasil membunuh hiu yang berbahaya.
Namun, lanjut Chalil, ada pula kalangan ulama dan ahli sirah yang berpendapat lain. Mereka memandang, nama Quraisy berasal dari perkataan quraisy. Dalam bahasa Arab, ungkapan tersebut berarti, ‘apa-apa yang dikumpulkan dari sana-sini.’
Pendapat yang berbeda mengatakan, Quraisy berakar dari kata kerja qarrasya yang bermakna ‘memiliki mata pencaharian dengan berdagang.’ Ada pula yang mengatakan, nama suku tersebut bersumber dari kata kerja taqarrasya yang artinya ‘menyelidiki kekurangan orang lain.’
Chalil memaparkan, legenda an-Nadhar bin Kinanah menangkap hiu tidak lantas memfinalkan dirinya sebagai yang pertama-tama bergelar Quraisy. Sebab, ada seorang tokoh lain yang disebut-sebut juga menyandang sebutan Quraisy. Dialah Fihr bin Malik yang tak lain merupakan cicit dari Nadhar bin Kinanah.
Ketika Makkah dikuasai orang-orang di luar Bani Adnan, Fihr tetap bertahan di kota tersebut. Impiannya adalah untuk merebut kembali pemerintahan atas Tanah Suci dari mereka ke tangan keturunan Adnan.
Ketika Bani Himyar datang menyerbu Makkah dari Yaman, Fihr memimpin sepasukan untuk menghadapinya. Melalui pertempuran yang sengit, akhirnya balatentara dari Arab selatan tersebut dapat dikalahkan. Sejak itu, reputasi putra Malik tersebut diakui luas tidak hanya di Makkah, tetapi seluruh wilayah Jazirah Arab.
Istilah quraisy … dapat dikaitkan dengan riwayat Fihr bin Malik.
Chalil mengatakan, istilah quraisy yang bermacam-macam tadi dapat dikaitkan dengan riwayat Fihr bin Malik. Tokoh ini mencari penghidupan dengan cara berdagang. Perdagangan yang dilakukannya meningkat terutama setiap musim haji karena ramai orang berdatangan ke Baitullah untuk berziarah.
Di samping itu, Fihr suka memperhatikan para peziarah. Kalau ada di antara mereka yang menderita kekurangan atau kehabisan bekal, ia pun berupaya mencarikan bantuan untuknya. Banyak pula di antaranya yang dikumpulkan lalu dijamunya sebagai tamu yang sangat dihormati. Karena sifat-sifat itulah, diri dan keturunannya digelari sebutan al-Quraisy.
Qushay, sang perintis
Fihr bin Malik menurunkan banyak anak cucu. Lima generasi sesudahnya, tampillah sosok bernama Kilab bin Murrah. M Quraish Shihab dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad menjabarkan, Kilab adalah kakek Rasulullah SAW kelima. Dirinya wafat ketika istrinya, Fathimah binti Sa’ad al-Azadiyah masih menyusukan putra mereka. Anak lelaki ini bernama Qushay.
Sebuah riwayat menuturkan, sepeninggalan suaminya Fathimah lantas menikah lagi dengan Rabi’ah bin Haram. Pasangan ini lantas hijrah ke Syam (Suriah) sehingga di negeri itulah Qushay dibesarkan.
Bocah ini tidak menyadari bahwa Rabi’ah bukanlah bapak kandungnya. Hingga suatu saat, saudara-saudara tirinya mengejeknya dengan mengatakan, “Engkau hanyalah anak pungut!”
Sambil menangis sedih, Qushay pun memeluk ibunya. Fathimah lalu berkata kepada putranya itu, “Benar bahwa engkau tidak seperti mereka. Namun, ayah kandungmu lebih terhormat daripada ayah mereka. Engkau adalah keturunan Quraisy.”
Perkataan ibundanya itu menguatkan hatinya. Kelak, kebanggaan sebagai wangsa Quraisy membuatnya mengimpikan agar Makkah kembali dikuasai trahnya sendiri.
Kelak, kebanggaan sebagai wangsa Quraisy membuatnya (Qushay) mengimpikan agar Makkah kembali dikuasai trahnya sendiri.
Saat dewasa, Qushay sudah pindah ke Makkah. Ia menikah dengan seorang putri kepala Bani Khuza’ah, suku yang sedang berkuasa atas kota suci tersebut. Hulail, yakni pemimpin Suku Khuza’ah, lantas memberikan kunci Ka’bah kepada menantunya itu sebelum dirinya wafat.
Walaupun wasiat dari almarhum sudah disaksikan banyak pihak, termasuk anak-anak kandungnya sendiri, bara konflik mulai terkuak. Maka sepeninggalan Hulail, terjadilah perang antara Bani Khuza’ah dan Qushay.
Sebelum pertempuran, Qushay sudah menggalang dukungan dari suku-suku yang menghuni sekitar Makkah, seperti Kinanah dan lain-lain. Akhirnya, aliansi yang dipimpin Qushay keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, Qushay lebih suka menggelar dialog daripada seketika memegang tampuk kekuasaan.
Ia pun mengumpulkan para tokoh masyarakat dari pelbagai suku. Mereka bersepakat untuk mengangkatnya sebagai pemimpin Makkah. Dan, salah satu kebijakannya ialah membolehkan Bani Khuza’ah untuk tetap menghuni kota tersebut.
Shihab menuturkan, Qushay berhasil memimpin suku-suku Arab di Hijaz. Kemampuan itu sungguh luar biasa sehingga dirinya diakui sebagai tokoh pemersatu. Ia pun memperoleh kehormatan dalam pelbagai bidang, baik pemerintahan, agama, maupun kemasyarakatan.
Dialah yang pertama kali menerapkan semacam pajak atas orang-orang yang mampu, lalu hasil penghimpunan uang itu diberikan kepada fakir miskin serta peziarah yang layak dibantu di Makkah.
Kalian adalah penduduk Haram (Tanah Suci) dan ‘tetangga’ Rumah Allah. Yang melaksanakan haji adalah tamu-tamu Allah. Mereka berkunjung ke Rumah-Nya. Mereka adalah tamu sehingga paling berhak memperoleh penghormatan. Karena itu, siapkanlah makanan dan minuman buat mereka sampai mereka kembali.
Qushay kepada penduduk Makkah
Imbauan itu merupakan awal dari kebiasaan penduduk Makkah menyambut para jamaah haji. Kebiasaan menghormati para tamu Baitullah itu di kemudian hari disebut sebagai ar-Rafadah.
Shihab menjelaskan, Qushay juga menyiapkan apa yang dinamakan as-Siqayah yakni pemberian air minum yang biasanya dicampur madu, kismis, dan kurma, untuk jamaah haji. Tanggung jawabnya juga meliputi pertahanan (al-Liwa’), pengawasan terhadap Ka’bah (al-Hijabah), dan pengelolaan kawasan suci tersebut. (Red)
Sumber : republika.co.id