Katakepri.com, Jakarta – Orang yang kaya raya di dunia sejatinya memiliki kemampuan yang berlebih sehingga tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga dapat memenuhi segala keinginan.
Dalam kondisi demikian, bagaimana agar harta kekayaan yang dimiliki seorang Muslim tidak berbuah menjadi penderitaan?
Dalam Islam, kaya adalah ujian. Harta yang dimiliki merupakan cobaan yang dilimpahkan kepadanya untuk menguji apakah dia mensyukurinya. Karena kekayaan itu membutuhkan rasa syukur.
Surat Al-Fajr ayat 15-20 menunjukkan bagaimana karakter manusia. Ketika diberikan kekayaan, dia menganggap Allah SWT memuliakannya. Padahal dengan harta tersebutlah ia diuji.
Allah SWT berfirman, “Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.” Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhanku telah menghinaku.” Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, sedangkan kamu memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram), dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.” (Al-Fajr ayat 15-20)
Kekayaan harta berlimpah yang ada pada diri seorang Muslim, hakekatnya bukan kasih sayang Allah SWT, melainkan justru ujian dari Allah SWT untuknya. “Apakah mereka mengira bahwa Kami memberikan harta dan anak-anak kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidak), tetapi mereka tidak menyadarinya.” (QS Al-Mu’minun ayat 55-56)
Dalam riwayat Muadz bin Jabal, Nabi Muhammad SAW memberikan wasiat kepadanya. Dalam wasiat itu, Nabi SAW bersabda, “Jangan tinggalkan setiap selesai shalat untuk mengucapkan, “ALLAAHUMMA A’INNII ‘ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBAADATIK” (Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah kepada-Mu dengan baik). (HR Abu Daud)
Allah SWT berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.'” (QS Ibrahim ayat 7)
Anas RA meriwayatkan percakapan antara Nabi Muhammad SAW dan Umar bin Khattab. Waktu itu ia berada di sisi Nabi Muhammad SAW sedangkan Umar bin Khattab ada di hadapannya. Nabi sedang berbaring di tempat tidur yang terbuat dari daun palem dan di bawah kepalanya ada bantal. Tidak ada penghalang antara sisinya dan daun palem. Ketika Nabi SAW membuat sedikit gerakan, terlihat palem tersebut mengenai sisi tubuhnya.
Kemudian Umar bin Khattab menangis dan Nabi SAW bertanya, “Mengapa kamu menangis?” Umar berkata, “Bagaimana mungkin aku tidak menangis ketika aku tahu kamu lebih dicintai Allah daripada Raja, yang menjalani kehidupan yang begitu mewah di dunia ini.”
Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda, “Wahai Umar, tidakkah kamu akan senang jika akhirat adalah milik kita dan dunia ini untuk mereka?” (Al-Hafiz Al-Asbahani dalam ‘Akhlaq An-Nabi wa Adabuh’. Kutipan terakhir dari hadits ini juga ditemukan dalam Shahih Muslim)
Di antara ciri orang kaya yang bersyukur adalah mereka yang mampu menahan diri dari hidup boros. Dengan syukur, setan tidak mudah menggoda mereka untuk menghambur-hamburkan rezeki misalnya dengan membelanjakan sesuatu yang tidak bermanfaat. Orang kaya yang bersyukur membelanjakan harta untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, untuk ketaatan kepada Allah SWT. (Red)
Sumber : republika.co.id