PBB Sepakat Lindungi Keanekaragaman Hayati di Laut Lepas

Katakepri.com, Washington – Pertama kalinya, negara-negara Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyepakati perjanjian untuk melindungi keanekaragaman hayati di laut lepas. Perjanjian memperluas area konservasi yang sebelumnya terhalang hukum tambal sulam yang membingungkan.

Konvensi Undang-undang Laut PBB sudah berlaku sejak 1994 tapi saat itu konsep keanekaragaman hayati di laut belum ditentukan. Perjanjian baru disepakati usai perundingan selama dua pekan di New York.

Perjanjian baru melindungi kehidupan laut di perairan di luar perbatasan negara yang dikenal sebagai laut lepas. Pembahasannya sudah dilakukan selama 20 tahun tapi negosiasi-negosiasi sebelumnya mengalami kebuntuan.

Perjanjian yang disepakati Sabtu (4/3/2023) malam itu akan berlaku pada hampir setengah permukaan laut di bumi. “Kami hanya memiliki dua persamaan besar di dunia, atmosfir dan laut, laut kurang mendapat perhatian, melindungi setengah permukaan bumi jelas sangat penting bagi kesehatan planet kita,” kata biolog maritim Rebecca Helm, Ahad (5/3/2023).

Pakar maritim yang memantau perundingan di New York, Nichola Clark mengatakan perjanjian yang sudah lama ditunggu ini “peluang satu kali dalam satu generasi untuk melindungi laut. “Kemenangan besar pada keanekaragaman hayati,” kata Clark.

Dalam perjanjian ini negara-negara di dunia akan membentuk lembaga baru untuk mengelola konservasi kehidupan laut dan melindungi makhluk laut di laut lepas. Clark mengatakan penting  Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB berjanji melindungi 30 persen perairan bumi, serta lahannya untuk konservasi. Negosiasi awalnya dijadwalkan selesai pada Jumat (3/3/2023) tapi diperpanjang sampai malam dan baru selesai hari Sabtu.

Menteri Lingkungan Jerman Steffi Lemke mengatakan penyusuan perjanjian yang kerap terlihat dalam bahaya itu mewakili “keberhasilan bersejarah dan luar biasa bagi perlindungan maritim internasional.”

“Untuk pertama kalinya, kami mendapatkan perjanjian mengikat untuk laut lepas, yang mana sampai sekarang sulit untuk dilindungi, perlindungan komprehensif spesies dan habitatnya yang rentan punah di lebih dari 40 persen permukaan bumi kini akhirnya memungkinkan,” kata Lemke.  

Perjanjian itu juga menetapkan peraturan dasar untuk melakukan asesmen aktivitas komersial terhadap lingkungan di laut.”Ini artinya semua rencana aktivitas di laut lepas harus dipantau, meski pun tidak melalui asesmen penuh,” kata pakar pengelolaan laut dari Worldwide Fund for Nature Jessica Battle.

Beberapa spesies laut seperti lumba-lumba, paus, kura-kura laut dan banyak ikan melakukan imigrasi tahunan. Mereka melewati perbatasan negara-negara dan laut lepas. Sejak lama lembaga internasional sulit melindungi spesies-spesies itu dan masyarakat yang hidupnya bergantung pada laut.

“Perjanjian ini akan membantu menyatukan perjanjian berbagai kawasan untuk dapat mengatasi ancaman dan kekhawatiran lintas spesies,” kata Battle.

Direktur lembaga Interamerican Association for Environmental Defense yang fokus pada masalah lingkungan di Amerika Latin, Gladys Martínez de Lemos mengatakan perlindungan ini juga akan melindungi keanekaragaman hayati di pinggir laut dan ekonomi.

“Pemerintah-pemerintah mengambil langkah penting untuk memperkuat hukum untuk melindungi dua pertiga laut dan dengannya keanekaragaman maritim dan mata pencaharian masyarakat pinggir pantai,” katanya.

Kini yang menjadi pertanyaan bagaimana perjanjian ambisius ini akan diimplementasikan. Adopsi perjanjian ini masih menjadi sorotan, beberapa kelompok konservasi dan lingkungan berjanji akan memantaunya dengan seksama.

Sudah lama laut lepas dieksploitasi untuk keuntungan komersial seperti penangkapan ikan dan pertambangan serta mengalami polusi akibat limbah kimia dan plastik. Biolog dari Rutgers University Malin Painsky mengatakan perjanjian baru ini menyadari laut bukan sumber daya tak batas, dan perlu kerja sama dunia untuk menggunakan laut secara berkelanjutan. (Red)

Sumber : republika.co.id