Katakepri.com, Jakarta – Perayaan merupakan hal yang lumrah terjadi di masyarakat. Setiap pencapaian baru, seperti wisuda, maupun ulang tahun sendiri atau pernikahan adalah beberapa contoh perayaan yang kerap dilakukan.
Namun, bagaimana pandangan Islam terkait perayaan ini? Apakah hal seperti ini diperbolehkan? Departemen Umum Iftaa di Yordania mencoba menjawab dan menjabarkan terkait hal ini.
Dilansir di About Islam, mereka menyebut seorang Muslim boleh merayakan acara-acara khusus, seperti ulang tahun, wisuda, dan ulang tahun pernikahan. Hal ini disebut sebagai bagian dalam mengekspresikan kegembiraan atas karunia Allah SWT dan rahmat-Nya yang halal dalam Islam.
Allah SWT berfirman dalam QS Yunus ayat 58, “Katakanlah (Muhammad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan’.”
Diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari senin. Dia berkata, “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana aku menerima wahyu.”
Puasa yang dilakukan Rasul pada hari Senin (hari di mana dia dilahirkan) adalah tindakan bersukacita dan menunjukkan rasa terima kasih kepada Allah. Ini pula yang menjadi dasar para ulama memutuskan seorang Muslim diperbolehkan merayakan acara-acara khusus dalam kehidupan pribadinya.
Mereka menyebut memutuskan suatu tindakan tertentu sebagai haram tanpa bukti dari syariah adalah tindakan yang terlalu ketat dan memunculkan anggapan yang salah kepada Allah. Allah SWT mencela orang-orang seperti itu.
Dalam QS An-Nahl ayat 116 disebutkan, “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ”Ini halal dan ini haram” untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak akan beruntung.”
Selain itu, masih ada banyak ayat Alquran yang menunjukkan hal ini. Beberapa ada yang menyebut tindakan tertentu dilarang, meskipun tidak ada bukti syariahnya, hanya karena Nabi SAW dan para sahabatnya tidak melakukannya. Namun, para ulama telah menjelaskan segala sesuatu yang tidak dilakukan Nabi SAW bukan berarti dilarang.
Meskipun demikian, peraturan syariah harus diterapkan saat merayakan acara-acara pribadi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Dilarang bercampur antara laki-laki dan perempuan yang bukan kerabat dekat,
2. Wanita harus mematuhi aturan berpakaian islami, tidak membuka aurat (bagian pribadi),
3. Menjaga kesucian,
4. Menjaga privasi antara pria dan wanita.
Di saat-saat seperti ini, bertukar hadiah merupakan hal yang sah-sah saja dilakukan, mengingat ini adalah sunnah setiap kali diberikan. Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah SAW akan menerima hadiah, tetapi tidak akan menerima sedekah (Riwayat Abu Dawud). (Red)
Sumber : republika.co.id