Begini yang Terjadi Apabila Kotak Kosong Menang pada Pilkada 2024

Katakepri.com, Jakarta – Jika calon tunggal kalah atau kotak kosong yang menang dalam pemilihan kepala daerah, pilkada dapat diulang pada tahun berikutnya. Hal itu diungkapkan oleh pengajar pemilihan umum Universitas Indonesia, Titi Anggraini. 

Titi mengatakan ketentuan itu diatur dalam Pasal 54 D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota (UU Pilkada).

“Artinya, kalau calon tunggal kalah pada tahun 2024, pilkada berikutnya pada tahun 2025,” kata Titi dalam diskusi daring yang diselenggarakan The Constitutional Democracy Initiative (CONSID) sebagaimana dipantau di Jakarta pada Ahad, 1 September 2024.

Titi menyebutkan Pasal 54 D ayat (1) UU Pilkada mengatur calon tunggal dinyatakan menang jika mendapatkan lebih dari 50 persen suara. Sedangkan Pasal 54 D ayat (2) UU Pilkada menyatakan calon tunggal yang kalah boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya.

Adapun Pasal 54 D ayat (3) UU Pilkada menyebutkan pemilihan diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.

“Kenapa kemudian ada kata-kata jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan? Ini tidak lepas dari praktik bahwa sebelumnya kita melakukan penataan jadwal pilkada sebelum menuju pilkada serentak nasional,” ujarnya.

Gelombang pilkada serentak sebelumnya diselenggarakan pada 2015, 2017, 2018, dan 2020. Penataan jadwal pilkada serentak, kata Titi, telah tuntas seiring dengan akan dihelatnya pilkada serentak secara nasional pada 2024. Selanjutnya, pilkada akan berlangsung setiap 5 tahun sekali secara reguler.

Sementara itu, Pasal 54 D ayat (4) UU Pilkada menegaskan, jika belum ada pasangan calon terpilih, pemerintah menugaskan penjabat untuk memimpin daerah tersebut.

Karena itu, dalam batas penalaran yang wajar, kata Titi, apabila calon tunggal kalah dalam Pilkada 2024, maka pemilihan diulang pada tahun berikutnya, yaitu 2025. Menurut dia, tidak masuk akal jika pemilihan ulang baru dilaksanakan 5 tahun setelahnya sehingga masyarakat dibiarkan dipimpin oleh penjabat yang bukan kepala daerah definitif hingga 2029.

“Kenapa? Pemerintah saja ingin menyegerakan pelantikan hasil Pilkada 2024, karena ingin mendapatkan kepala daerah secara definitif supaya agenda pembangunan daerah bisa berjalan dengan baik,” tuturnya. (Red)

Sumber : tempo.co