Advokat Ajukan Uji Materi Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik di UU ITE ke MK

Katakepri.com, Jakarta – Aktivis lingkungan Daniel Frits Maurist Tangkilisan yang diwakili kuasa hukumnya Todung Mulya Lubis mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap dua pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Mulya mengajukan dua petitum dengan mengubah frasa dalam Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) dan Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2) yang saat ini dijadikan dasar oleh lembaga penegak hukum dalam manangani kasus pencemaran nama baik atau ujaran kebencian (hate speech).

“Buat kami kebebasan berpendapat tidak boleh dihambat oleh berbagai ketentuan undang-undang. Daniel Tangkilisan begitu gigih dan vokal menyuarakan isu lingkungan,” kata Mulya di MK, Senin, 29 Juli 2024.

Seperti diketahui Daniel Tangkisilan adalah aktivis lingkungan hidup di Karimun Jawa, Jawa Tengah. Ia dipenjara karena dilaporkan dengan UU ITE akibat unggahannya di media sosial tentang kerusakan akibat limbah tambak udang di Karimun Jawa. Daniel divonis 7 bulan penjara, namun Pengadilan Tinggi Semarang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jepara tersebut dan melepaskan Daniel dari semua tuntutan hukum.

Mulya mengatakan permohonan uji materiil ini diajukan agar kebebasan berpendapat setiap orang dalam ranah publik tidak dibungkam. Ia meminta MK menafsirkan kembali kedua pasal tersebut agar tidak digunakan sebagai alat kekuasaan untuk membungkam suara-suara kritis. “Klien kami (Daniel Tangkilisan) adalah korban dari penggunaan UU ITE yang sewenang-wenang,” kata Mulya, berdasarkan siaran pers yang diterima Tempo pada Senin, 29 Juli 2024.

Todung bersama kuasa hukum lain dari LSM Law Firm, meminta MK mengubah Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU ITE menjadi:

Setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, kecuali terhadap badan hukum, lembaga pemerintah, kelompok perorangan, pejabat publik, dan/atau figur publik, dengan cara menuduhkan dilakukannya suatu perbuatan, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah.” 

Sedangkan dalam pasal 27A yang masih berlaku saat ini berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.”

Selain itu, Mulya juga mengajukan petitum yang mengubah frasa dalam Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2) menjadi seperti ini: “Setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang merupakan hasutan kebencian untuk melakukan diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan atas dasar ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” 

Sedangkan pasal 28 ayat (2) yang masih berlaku saat ini berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau informasi elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental atau disabilitas fisik”.

Menurut Leopard Arpan, kuasa hukum Daniel lainnya, kedua pasal UU ITE yang masih berlaku tersebut tidak jelas perihal rumusan tindak pidananya. Rumusan kedua ketentuan ini juga tidak memenuhi standar pembatasan atas kebebasan berekspresi yang diatur oleh hukum internasional dan Undang Undang Dasar 1945.

“Harapan kami adalah agar Mahkamah Konstitusi bisa melihat permasalah yang kami lihat, dan karenanya memberikan tafsir terhadap pasal 27A jo. ayat Pasal 45 ayat (4) dan Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2) UU ITE 2024 UU ITE 2024 sebagaimana yang kami mintakan,” ujar Leonard, berdasarkan siaran pers yang diterima Tempo. (Red)