Katakepri.com, Batam – Kedatangan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia ke Pulau Rempang disambut aksi unjuk rasa penolakan relokasi oleh warga. Mereka menegaskan akan tetap bertahan meskipun harus bertaruh nyawa.
Bahlil berkunjung ke Masjid Tanjung Banun, Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada hari ini, Jumat, 6 Oktober 2023. Ia datang didampingi oleh Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad, dan Walikota sekaligus Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi.
Beberapa warga mulai tampak menggelar demonstrasi di luar masjid tempat Bahlil akan melakukan pertemuan. Mereka yang mayoritas perempuan menyampaikan aspirasi menolak penuh relokasi atau pergeseran yang disebutkan pemerintah. Penolakan itu disampaikan dengan cara membentangkan spanduk, dan poster.
“Kami tetap menolak, kita hanya menuntut hak kita, kami hanya pertahankan tanah wilayah kami,” kata Saniah salah seorang warga Rempang.
“Kami menolak direlokasi, mati pun kami sanggup,” ujar warga lainnya. Teriakan-teriakan itu terdengar sampai ke dalam masjid tempat Bahlil sosialisasi.
Warga juga meminta kepada pemerintah tidak terus mengiming-imingkan masyarakat Rempang dengan sembako bahkan duit sekalipun. “Kami sudah nyaman tinggal disini, jangan ganggu lagi kami,” kata Rohimah warga yang ikut demo.
Bahlil sosialisasikan hak warga yang tergusur
Di dalam masjid, Bahlil Lahadalia menyampaikan hak yang akan didapatkan warga terdampak relokasi, termasuk kepastian lokasi relokasi.
“Rencana awalkan BP Batam pergeseran itu di dapur 3 (Pulau Galang), tetapi saya sudah tinjau, itu tanjakan tinggi sekali, untuk perahu nelayan jauh sekali,” kata Bahlil.
“Maka kemudian, kita fokus cari tempat dekat pantai, jadi lokasi relokasi inilah (Tanjung Banun) yang saya tinjau,” ujarnya.
Beberapa warga juga melayangkan pertanyaan kepada Bahlil. Beberapa diantara warga mempertanyakan ganti rugi tumbuhan yang sudah mereka tanam cukup lama, seperti pohon durian, pohon kuini, dan pohon kelapa yang terdampak pembangunan.
“Kalau boleh, ini (ganti rugi tumbuhan) menjadi pembahasan khusus kami nanti, nanti kita bicarakan teknisnya, yang jelas haknya kita berikan,” kata Bahlil.
Bahlil temui warga yang berdemonstrasi
Usai sosialisasi, Bahlil Lahadalia sempat menemui warga yang menggelar demonstrasi. Ia datang mendengarkan aspirasi warga yang menolak relokasi. “Mana aspirasinya,” kata Bahlil.
Bahlil juga mengambil beberapa poster bertuliskan penolakan relokasi yang diaspirasi warga dan memberikan kepada ajudannya. Dia juga sempat mendengarkan keluhan salah seorang warga Pasir Panjang, Pulau Rempang. Kampung ini diklaim sudah mayoritas yang mendaftar relokasi, tetapi masih banyak juga yang menolak relokasi.
“Kami tidak menolak pembangunan pak, kami hanya minta kampung kami jangan digusur pak,” ujar salah seorang warga Pasir Panjang tersebut kepada Bahlil. Ia juga sempat mengusap air mata saat menyampaikan aspirasi itu kepada Menteri Investasi tersebut.
Bahlil merespon dengan sambil mengusap pundak ibu-ibu tersebut. “Iya, iya oke, oke yah, saya sudah terima semua aspirasinya ya, Assalamulaikum,” kata Bahlil sambil melambaikan tangan kemudia pergi meninggalkan masjid itu.
Kondisi Rempang Terkini
Pasca-bentrok dan unjuk rasa yang ricuh pada awal September lalu, Pulau Rempang saat ini sudah berangsur kondusif. Warga mulai beraktivitas seperti biasanya, meskipun mereka belum 100 persen tenang. “Sekarang tenangnya baru 50 persen, kalau kampung kami batal diambil tenangnya baru 100 persen,” kata Amir salah seorang warga.
Sedangkan dari pihak pemerintah BP Batam terus merilis perkembangan semakin banyaknya warga yang sudah pindah ke rumah hunian sementara. Data BP Batam hingga Kamis kemarin, 5 Oktober 2023 menyebutkan sudah 20 keluarga yang pindah ke rumah sementara, sedangkan 341 keluarga sudah mendaftar untuk relokasi.
Total warga yang terdampak diperkirakan mencapai 950 lebih keluarga. Artinya mayoritas warga masih menolak relokasi.
Meskipun demikian, gelombang penolakan terhadap proyek Rempang Eco-City itu kini meluas. Penolakan juga datang dari nelayan di sejumlah pulau yang berdekatan dengan Pulau Rempang. Mereka khawatir pembangunan proyek itu akan membuat laut tercemar dan mempengaruhi mata pencarian mereka. (Red)
Sumber : tempo.co