Katakepri.com, Jakarta – Kesurupan merupakan sebuah fenomena yang sangat dekat dengan masyarakat Indonesia. Fenomena ini kerap dikaitkan dengan budaya hingga hal-hal gaib dan mistis.
Tak heran, banyak masyarakat percaya bahwa kondisi ini disebabkan oleh adanya ‘makhluk halus’ yang mencoba masuk ke dalam tubuh manusia. Sebenarnya, apa yang terjadi pada seseorang yang mengalami kesurupan dari sudut pandang medis?
Psikiater dr Lahargo Kembaren SpKJ menjelaskan bahwa kesurupan merupakan fenomena sosial budaya yang memang sangat berkembang di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa dalam sudut pandang psikiatri, kondisi ini juga dikenal dengan fenomena disosiatif atau perilaku yang tidak menggambarkan seperti diri sendiri.
“Ada beberapa riset yang sudah dilakukan gitu ya, menunjukkan bahwa sebagian besar yang dianggap sebagai kesurupan itu menunjukkan tanda gangguan kejiwaan,” ucap dr Lahargo ketika dihubungi detikcom, Minggu (1/10/2023).
dr Lahargo menjelaskan salah satu penyebab kesurupan yang dapat terjadi adalah karena adanya gangguan mental organik. Kondisi ini terjadi ketika seseorang mengalami masalah secara fisik.
“Misalnya kelelahan sangat hebat, kurang istirahat, kurang tidur, ataupun misalnya ada gangguan tekanan darah, suhu terlalu panas, dehidrasi, gangguan fungsi ginjal, hingga demam,” ujarnya.
Hal-hal lain seperti premenstrual syndrome yang cukup berat, perubahan hormonal sampai berubahan fisik pada seseorang juga akan menyebabkan gangguan psikologis. Sehingga mereka merasa seakan-akan ada halusinasi dan delusi.
Selain gangguan mental organik, fenomena kesurupan juga dapat disebabkan oleh paparan zat psikoaktif dan gejala psikotik atau delusi. Delusi merupakan pikiran atau keyakinan yang salah dan tidak sesuai dengan kenyataan.
“Gejala psikotik itu ada yang namanya delusi atau waham. Salah satunya waham dikendalikan, itu seperti ada yang masuk ke dalam tubuh dan mengendalikan tubuh, tapi dia tidak bisa mengontrol dirinya,” ujar dr Lahargo.
“Gejala psikotik seperti ini umumnya dikenal sebagai kesurupan, itu penyebab medisnya karena ada ketidakseimbangan neurotransmitter di saraf otak dalam satu waktu,” sambungnya.
Lebih lanjut, dr Lahargo mengatakan bahwa pasien yang memiliki masalah seperti ini harus segera dilakukan pemeriksaan dan penanganan secara medis. Terlebih apabila gangguan mental yang terjadi sudah mengganggu produktivitas dan kehidupan sosial.
“Jadi kalau sudah mengalami pikiran, perasaan, perilaku, dan emosi yang sudah mengganggu kehidupan sehari-hari, nggak bisa fokus, relasi jadi buruk dengan orang lain, yaitu waktunya untuk segera pemeriksaan kesehatan kejiwaan,” katanya. (Red)
Sumber : detik.com