Tiga Macam Keadaan Mati Syahid

Katakepri.com, Jakarta – Kematian adalah awal dari fase yang amat panjang menuju akhirat. Dalam ajaran agama Islam, terdapat keadaan yang diistilahkan sebagai mati syahid. Orang-orang yang mengalaminya disebut sebagai syuhada. Mereka mendapatkan karunia dari Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa orang yang mati syahid di sisi Allah mempunyai enam keutamaan. Pertama, dosa-dosa mereka akan diampuni sejak awal kematiannya. Kedua, diperlihatkan tempat duduknya di surga. Ketiga, mereka akan dijaga dari siksa kubur.

Kemudian, diberi keamanan dari ketakutan yang besar saat dibangkitkan dari kubur. Mereka pun akan diberi mahkota kemuliaan yang satu permata darinya lebih baik daripada dunia seisinya. Terakhir, mereka yang dari kalangan lelaki akan dinikahkan dengan 72 bidadari dan diberi hak untuk memberikan syafaat kepada 70 orang dari keluarganya.

Menurut Syekh Sayyid Hasan bin Ahmad al-Kaff dalam buku At-Taqriratus Sadiidah, terdapat tiga macam orang mati syahid apabila ditinjau dari segi pengurusan jenazahnya. Ulama asal Yaman itu menuturkan, jenis yang pertama adalah syuhada di dunia dan akhirat. Termasuk dalam kelompok ini ialah orang-orang Islam yang gugur di medan pertempuran dengan niat menegakkan agama Allah dan melawan kaum musyrikin yang agresor.  

Disebut “syahid dunia-akhirat” karena di dunia, yakni di hadapan manusia yang masih hidup, ia diberi hukum syahid. Begitu pula di akhirat oleh Allah SWT. Rabb semesta alam akan mengangkat derajat mereka kepada level syuhada. Terhadap orang yang masuk kriteria ini, jenazahnya tidak dishalatkan dan tidak pula dimandikan. Hanya wajib dikafani dan dimakamkan.

Adapun macam yang kedua ialah orang yang “syahid dunia.” “Disebut demikian karena ia diberi hukum orang yang mati syahid di dunia dan tidak diberi derajat para syuhada di akhirat karena niat duniawinya,” tulis Syekh Sayyid al- Kaff. Yang termasuk dalam golongan ini, antara lain, adalah orang yang gugur di medan jihad.

Namun, bukan sekadar gugur. Sebab, mereka dalam hatinya terdapat niatan yang bukan Lillahi Ta’ala. Misalnya, keinginan untuk dikenang jasa-jasanya di tengah manusia atau ambisi untuk mendapatkan harta rampasan perang. Secara hukum fikih jinayah, jenazahnya diperlakukan seperti mereka yang mati syahid dunia-akhirat.

Macam yang ketiga ialah “syahid akhirat.” Syekh Sayyid al-Kaff mengatakan, jumlah kelompok yang dapat dimasukkan ke dalam syahid akhirat banyak sekali. Sebagian ulama menghitungnya hingga 70 kalangan. Beberapa di antaranya adalah, mereka yang meninggal karena melindungi nyawa, harta, atau kehormatan dirinya.

Begitu pula dengan mereka yang mengembuskan nafas terakhir karena sakit perut, terbakar, dan tenggelam. Disebut syahid akhirat karena ia diberi status sebagai syuhada di akhirat, bukan di dunia. “Sehingga, Allah SWT akan mengangkatnya ke derajat para syuhada di akhirat,” tulis Syekh al-Kaff. Maka, fikih jinayah terkait mereka atau pengurusan jenazahnya adalah sebagaimana jenazah Muslimin biasa.

Hidup, tidak mati

Bagi kaum Muslimin, menjalani kehidupan dengan baik dan mendapatkan kematian dengan syahid merupakan cita-cita mulia. Karena sesungguhnya, orang yang mati syahid telah dijamin Allah dengan surga. Mereka bukanlah orang yang mati dengan sia-sia.

Allah SWT berfirman dalam Alquran surah al-Baqarah ayat ke-154. Artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati, karena (sebenarnya) mereka itu hidup tetapi engkau tidak menyadarinya.”

Dalam kitab Ma’rifah As-Shahabah karya Ibnu Mandah diriwayatkan dari jalur Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda. “Tamim bin Al-Humam terbunuh ketika Perang Badar, maka padanya dan selainnya turunlah firman Allah (surah al-Baqarah ayat itu).”

Dalam tafsir tahlili Lajnah Pentashih Mushaf Alquran Kementerian Agama RI dijelaskan, orang-orang yang telah terbunuh sebagai syuhada dalam perang di jalan Allah janganlah dikira mati, sebagaimana anggapan orang-orang munafik. Sebab, mereka masih hidup di sisi Allah, mendapatkan rezeki dan nikmat yang berlimpah. Tentang bagaimana keadaan hidup mereka seterusnya, hanyalah Allah yang mengetahui.

Sementara dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Para syuhada berada di tepi sungai dekat pintu surga. Mereka berada dalam sebuah kubah yang hijau. Hidangan mereka keluar dari surga itu setiap pagi dan sore.”

Para syuhada itu menikmati pemberian-pemberian Allah. Bahkan, dikatakan bahwa mereka ingin mati syahid berulang kali. Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW. “Tidak ada seorang yang telah mati dan memperoleh kenikmatan di sisi Allah, kemudian ingin kembali ke dunia kecuali orang yang mati syahid. Ia ingin dikembalikan ke dunia, kemudian mati syahid lagi. Hal itu karena besarnya keutamaan mati syahid.”

Ya, mereka bergembira karena kesyahidannya. Mereka pun senantiasa menantikan orang-orang setelah mereka yang juga meninggal dalam keadaan syahid. (Red)

Sumber : republika.co.id