Katakepri.com, Jakarta – Nama Rocky Gerung kembali menuai perbincangan publik. Pengamat politik ini dilaporkan atas dugaan menghina Presiden Joko Widodo dan melakukan ujaran kebencian, oleh beberapa pihak terutama relawan Jokowi. Rocky menyebut Jokowi baj****n yang to*** dalam salah satu orasi yang cuplikan videonya viral.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR Johanna Poerba menganggap bahwa pelaporan tersebut tidaklah tepat. Meskipun telah dilaporkan, pelaporan tersebut tidak mungkin diterima karena yang melaporkan bukanlah Presiden Jokowi yang menjadi subjek dalam ucapan Rocky Gerung.
Rocky sendiri dilaporkan melakukan penyebaran ujaran kebencian yang terkandung dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE, Pasal 156 KUHP, Pasal 160 KUHP, dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Peraturan Pidana.
Dilansir dari situs ICJR, Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini mengatur pemidanaan penyebaran ujaran kebencian kepada kelompok tertentu berdasarkan Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan.
Pasal ini seharusnya dijalankan dengan memperhatikan batasan dalam Pasal 20 ayat (2) ICCPR yang mengatur larangan hasutan dan memiliki kejelasan terhadap objek dari pasal bukanlah individu melainkan kelompok Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan.
Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang dengan sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA).”
Dalam laporan Interaktif Tempo, sepanjang 2011 sampai 2019 setidaknya terdapat 381 kasus UU ITE yang menjerat institusi maupun perorangan. Koordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) Damar Juniarto mengatakan bahwa angka tersebut bisa lebih besar karena terdapat beberapa kasus yang mungkin saja tidak terpantau atau tidak diadukan.
Dari ratusan kasus tersebut, kasus pidana yang paling banyak adalah mengenai kasus pencemaran nama baik dengan 149 pelaporan. Kasus ini merupakan sumber dari Pasal 27 ayat 3 UU ITE dan pasal 28 ayat 2 UU Ite.
Pasal 27 ayat 3 UU ITE sendiri berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan dan nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal untuk diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.”
Meskipun begitu, menurut mantan Staf Ahli Bidang Hukum Kemkominfo sebagaimana dilansir dari situs Aptika Kominfo, menyebut bahwa dua pasal tersebut telah direvisi dan sudah mengakomodir HAM. “Kebebasan berekspresi bukanlah suatu yang absolut, oleh karena itu bisa diatur supaya tidak melanggar dan menghina orang lain,” ujar Henri. (Red)
Sumber : tempo.co