katakepri.com, Singapura – Harga per keping uang virtual, yaitu Bitcoin, akhirnya menembus US$ 10.000 atau Rp 135 juta untuk pertama kalinya. Investor yang memegang uang virtual ini tidak takut akan terjadinya bubble, dan tiba-tiba nilainya jatuh.
Dilansir dari AFP, Rabu (29/11/2017), Bitcoin menembus angka tertinggi di US$ 10.279 per keping di Asia. Nilai ini naik 10 kali lipat sejak awal tahun.
Bitcoin dikembangkan pada 2009 oleh seorang yang anonim. Saat diluncurkan, nilainya hanya beberapa sen saja. Namun pada akhir Agustus 2013 nilai total Bitcoin yang beredar sudah melebihi US$ 1,5 miliar dengan total transaksi pertukaran bernilai jutaan dolar setiap harinya.
Dalam jangka waktu lima tahun terakhir, nilai Bitcoin sudah naik 40.000%.
Sebelumnya, CEO Bitcoin Indonesia, Oscar Darmawan, menjelaskan pergerakan harga cryptocurrency ini terjadi karena murni mekanisme pasar bebas. “Kenaikan harga memang terjadi karena murni mekanisme pasar,” kata Oscar.
Dia menjelaskan, pergerakan harga yang sangat cepat tersebut diputuskan oleh pasar. Hal ini karena momentumnya dinilai sangat baik di dunia.
“Saya sebenarnya netral sama market, tidak ada imbauan apapun karena market yang memutuskan. Kalau lagi naik ya cepat banget kalau turun ya cepat, karena murni market sih,” imbuh dia.
Di Indonesia sendiri, Bank Indonesia (BI) selaku regulator sistem pembayaran dan moneter di Indonesia menegaskan, virtual currency mulai dari ethereum hingga Bitcoin bukanlah mata uang resmi di Indonesia.
Gubernur BI, Agus Martowardojo, menjelaskan BI sebenarnya telah mengeluarkan Peraturan BI yang isinya secara eksplisit melarang penyelenggara teknologi finansial dan e-commerce, serta penyelenggara jasa sistem pembayaran menggunakan dan memroses virtual currency.
“Lalu bekerja sama dengan pihak-pihak yang memfasilitasi transaksi menggunakan virtual currency, hal ini untuk mencegah pencucian uang, pendanaan terorisme dan menjaga kedaulatan Rupiah sebagai legal tender di NKRI,” kata Agus dalam acara pertemuan tahunan BI, di JCC, Selasa (28/11/2017) malam.
Pada 2014 lalu, sebenarnya BI sudah mengeluarkan statement terkait cryptocurrency ini. Mata uang virtual yang tidak memiliki legal tender tidak sah di NKRI. Maka diberlakukan sebagai komoditas.
Selang 2 tahun yakni pada 2016, BI mengeluarkan Peraturan BI (PBI) yang mencantumkan secara eksplisit melarang transaksi pembayaran untuk transaksi mendukung cryptocurrency dalam hal ini transaksi pembelian atau penjualan.
Agus juga menjelaskan, penegasan tersebut untuk mencegah peluang arbitrase, praktik bisnis tak sehat, dan pengendalian bisnis oleh pihak-pihak di luar jangkauan hukum NKRI yang dapat merusak struktur industri.
“Peraturan telah kami tuangkan dalam ketentuan teknologi nasional dan penyempurnaan ketentuan uang elektronik dan APU-PPT,” ujarnya.
Dia mengatakan BI akan mengeluarkan aturan bagi pelaku teknologi finansial (tekfin), termasuk e-commerce, guna melaksanakan prinsip kehati-hatian, menjaga persaingan usaha, pengendalian risiko, dan perlindungan konsumen.
“Kami mewajibkan seluruh penggiat fintech yang bergerak di sistem pembayaran untuk mendaftarkan diri ke Bank Indonesia, melaporkan kegiatan, dan melakukan uji coba dalam Regulatory Sandbox. Kami juga akan berkolaborasi dengan OJK, Kementerian Komunikasi dan Informatika,” ujarnya. (Red)
Sumber : detik.com