katakepri.com, Batam – Penyaluran kredit usaha mikro kecil menengah (UMKM) Indonesia tergolong rendah dibanding negara-negara di Asia. Angka penyaluran kredit UMKM Indonesia sebesar 7,1 persen terhadap Gross Domestic Product (GDP) atau produk domestik bruto. Dan dibandingkan total pembiayaan, besaran kredit UMKM Indonesia 19,30 persen. Sedangkan rata-rata pembiayaan UMKM oleh bank di Asia memiliki rasio 11,6 persen terhadap GDP, dan 18,7 persen terhadap total pembiayaan.
“Pembiayaan kepada UMKM ini belum menjadi target utama dalam penyaluran kredit perbankan. Mungkin karena dilihat risiko cukup tinggi. NPL (non performing loan/kredit bermasalah) masih tergolong tinggi. Karena itu kami melihat perlu upaya khusus mendorong perbankan biayai UMKM,” kata Direktur Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia, Yunita Resmi Sari dalam Pelatihan Wartawan Daerah BI 2017 di Grand Sahid Hotel Jakarta, Selasa (21/11).
Berdasarkan survei dari berbagai lembaga, modal atau akses keuangan ini menjadi faktor utama yang menghambat pertumbuhan UMKM. Padahal, kata Yunita, kontribusi usaha terhadap GDP didominasi UMKM, yakni mencapai 57,6 persen. Sebanyak 99,9 persen unit bisnis merupakan UMKM. Dan UMKM mampu menyerap lebih kurang 97 persen tenaga kerja Indonesia.
“Kredit UMKM terus tumbuh, relatif stabil. Bahkan di atas pertumbuhan total kredit,” ujarnya.
Pertumbuhan total kredit UMKM pada triwulan III 2017 sebesar 8,3 persen (yoy). Sedikit turun bila dibandingkan pertumbuhan akhir tahun 2016, yakni 8,4 persen (yoy).
Penurunan pertumbuhan terjadi di sektor perdagangan dan konstruksi. Sedangkan sektor yang masih tumbuh adalah pertanian, kehutanan, jasa kemasyarakatan, dan industri pengolahan.
“Penyerapan kreditnya paling banyak di Jawa 58,2 persen,” kata dia.
Sementara PulauBsumatera menyerap 19,4 persen dari total kredit UMKM. Pulau Sulawesi 7,3 persen, Kalimantan 7,1 persen, Nusa Tenggara 5,8 persen, dan Papua 2,2 persen.
Bank Indonesia memiliki strategi pengembangan UMKM yang mendukung pencapaian kebijakan utama BI yaitu kebijakan moneter. Dengan spesifikasi kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran.
Strategi yang dilakukan adalah menciptakan UMKM yang mendukung stabilitas nilai rupiah melalui pengendalian inflasi volatile food serta diversifikasi dan pengembangan ekonomi produktif atau UMKM unggulan. Kemudian menciptakan UMKM yang berkualitas dan terjaga keberlangsungan usahanya.
Strategi berikutnya yaitu penguatan fasilitasi transaksi elektronik melalui pemasaran daring atau online dan penyusunan model bisnis elektronifikasi transaksi keuangan UMKM. Serta penguatan kerjasama kelembagaan.
Dalam rangka pengembangan UMKM khususnya akses pembiayaan, BI menerbitkan ketentuan yang mewajibkan bank umum menyalurkan kredit kepada UMKM dengan memenuhi rasio tertentu secara bertahap. Yakni 5 persen pada 2015, 10 persen di 2016, 15 persen di 2017, dan 20 persen di 2018.
“Pada September lalu, 71 dari 115 bank umum telah mencapai rasio kredit UMKM tahun ini. Sebanyak 48 bank memiliki NPL dan total kredit kurang dari 5 persen,” kata dia.
Dalam pengaturan kredit UMKM ini diberlakukan insentif dan disinsentif. Bagi bank yang memenuhi target rasio 15 persen dan NPL di bawah 5 persen, mendapat insentif berupa pelatihan kepada pejabat bank, pelatihan usaha mikro kecil, fasilitasi pemeringkatan kredit usaha kecil menengah, serta publikasi keberhasilan dan pemberian penghargaan. Sedangkan disinsentif kepada bank yang tak mencapai target yakni teguran tertulis, pengurangan jasa giro, dan kewajiban melakukan pelatihan atau pembinaan. (Red/Hum)