Strategi Pembangunan Kepemudaan Kota Tanjungpinang Melalui Pemanfaatan Bonus Demografi

“KAMI CERITAKAN KEPADAMU (MUHAMMAD) KISAH MEREKA DENGAN SEBENARNYA. SESUNGGUHNYA MEREKA ADALAH PEMUDA-PEMUDA YANG BERIMAN KEPADA TUHAN MEREKA, DAN KAMI TAMBAHKAN PETUNJUK KEPADA MEREKA”

(QS AL-KAHFI:13).

Ayat ini menceritakan tentang kehebatan pemuda Ashabul Kahfi yang patut menjadi tauladan bagi kita khususnya pemuda masa kini. Dengan sikap keteguhan dan idealisme yang mereka yakini akan ke-Esaan Allah SWT, sehingga mereka di selamatkan oleh Allah SWT dalam tidur lama yakni 309 tahun didalam gua di gunung tiyakhus disebuah negeri bernama Afasus akibat dari upaya paksa Raja negeri tersebut kepada 7 pemuda untuk menyembah berhala. Keteguhan, sikap yang kokoh serta jiwa tangguh kaum muda tidak sampai disitu, bahkan dalam perjalanan sejarah, pemuda sudah membuktikan bahwa hampir tidak ada episode sejarah berlangsung tanpa peran pemuda.

Posisi strategis pemuda dalam penentu berhasil tidaknya suatu bangsa harus diyakini oleh seluruh element. Tanpa peran aktif pemuda, maka mustahil suatu negeri akan mencapai tujuannya. Menurut Gellwyn Daniel Hamzah, Sekretaris Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPPENAS) Tahun 2018 “Pemuda tidak hanya ditempatkan sebagai penerima manfaat dari suatu pembangunan, tetapi juga harus terlibat sebagai pengendali dalam proses pengambilan keputusan yang akan berpengaruh bagi pengembangan Indonesia yang kelak akan dipimpin para pemuda”.

Berdasarkan laporan Indeks Pembangunan Pemuda yang diterbitkan oleh Direktorat Keluarga, Anak, Pemuda dan Olahraga Kementerian PP/Bappenas Tahun 2019, Provinsi Kepulauan Riau mengalami penurunan IPP dalam periode 2015-2018 sebesar 2,34 poin, dari 57, 17 pada 2015, menjadi 54, 83 pada 2018. Penurunan IPP Provinsi Kepulauan Riau sepenuhnya disebabkan memburuknya capaian domain lapangan dan kesempatan kerja. Hal ini terlihat dari tingkat pengangguran pemuda yang naik secara significant dari 10,50% pada 2015 menjadi hampir 16% pada 2018. Keadaan ini menyebabkan Kepulauan Riau masuk ke dalam lima provinsi dengan tingkat pengangguran pemuda tertinggi di Indonesia. Tentunya, ini mesti menjadi pekerjaan rumah bersama yang harus di selesaikan oleh segenap pemangku kepentingan di Provinsi Kepulauan Riau tidak terkecuali pada tingkat Kabupaten/Kota.

Membahas tentang semangat pembangunan kepemudaan harus mempunyai satu kesepakatan pemikiran bersama, yakni membangun membangun masa depan bangsa dan negara untuk lebih baik lagi. Membangun pemuda tidak lain merupakan upaya untuk memperbesar kapabilitas pemuda dalam mengambil peran disetiap kesempatan. Pemudalah yang nantinya, akan menjadi pemegang kendali perjalanan bangsa. Oleh karenanya, status dan dinamika penduduk muda dari masa ke masa perlu dicermati dan dipahami. Status dan dinamika kehidupan penduduk muda ini dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pembangunan yang telah, sedang serta akan dikembangkan dan dilaksanakan. Harus diakui, saat ini masih belum terakomodirnya pengelolaan kepemudaan di daerah khususnya di Kepulauan Riau, terutama dalam upaya pencapaian pelaksanaan program-program kepemudaan di daerah, termasuk pada lingkup Kabupaten/Kota. Koordinasi pelaksanaan kegiatan kepemudaan di daerah masih sangat minim, padahal sebagaimana amanat Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan menyebutkan bahwa “Pemerintah wajib melakukan koordinasi stretegis lintas sektor untuk mengefektifkan penyelenggaraan pelayanan kepemudaan”. Penguatan pentingnya melakukan koordinasi tersebut kemudian diperkuat kembali melalui Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2017 tentang Koordinasi Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan yang secara tegas mengamanatkan untuk dilakukannya koordinasi lintas sektor penyelenggaraan pelayanan kepemudaan baik di pusat maupun didaerah. Adapun pelayanan kepemudaan dimaksud dilakukan dalam bentuk penyadaran, pemberdayaan dan pengembangan kepemudaan.

Dalam program penyadaran kepemudaan dilakukan berupa gerakan pemuda dalam aspek ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dalam memahami dan menyikapi perubahan lingkungan strategis, baik domestik maupun global serta mencegah dan menangani risiko. Adapun program pemberdayaan pemuda dilaksanakan secara terencana, sistematis dan berkelanjutan untuk meningkatkan potensi dan kualitas jasmani, mental spritual, pengetahuan serta keterampilan diri dan organisasi menuju kemandirian pemuda. Sedangkan, program pengembangan pemuda dilaksanakan melalui pendidikan, pelatihan, pengkaderan, pembimbingan, pendampingan dan atau forum kepemimpinan pemuda.

Oleh karenanya, dalam upaya mengerjakan tugas urusan kepemudaan yang besar ini diperlukan koordinasi lintas sektor yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas, sinkronisasi dan harmonisasi program, kegiatan dan kajian penyelenggaraan pelayanan kepemudaan yang meliputi program sinergis antar sektor dalam hal pelayanan kepemudaan, kajian dan penelitian bersama tentang persoalan pemuda, serta kegiatan mengatasi dekadensi moral, pengangguran, kemiskinan dan kekerasan serta narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

Ironinya, pelaksanaan urusan kepemudaan di tingkat organisasi pemerintahan baik pusat maupun didaerah masih dilakukan secara pasif hanya pada satu organisasi perangkat daerah saja, sebagai contoh OPD yang nomenklafur instansinya melekat nama Kepemudaan. Padahal, tanggungjawab pelaksanaan program kepemudaan itu juga terletak oleh instansi lain di daerah. Ketidakpahaman penyelenggara negara dalam makna dan filosofis tanggungjawab pengurusan kepemudaan di instansi pemerintah ini menyebabkan program peningkatan pembangunan kepemudaan menjadi terhambat. Padahal, dengan mencetak generasi muda menjadi handal dan berakhlak mulia maka akan tercipta negara yang maju sesuai dengan cita-cita luhur perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Pemerintah daerah melalui kepala daerah harus mampu membuat kebijakan yang sinergi terhadap pembangunan kepemudaan di wilayahnya. Pasal 9 Perpres No. 66 Tahun 2017 menegaskan bahwa guna mendukung kelancaran pelaksanaan koordinasi stretegis lintas sektor penyelenggaraan pelayanan kepemudaan dibentuk tim koordinasi. Adapun tim koordinasi untuk tingkat pusat dibentuk oleh presiden, sedangkan untuk wilayah provinsi dibentuk oleh gubernur serta untuk tingkat kabupaten/kota dibentuk oleh bupati/walikota. Tujuan pembentukan tim koordinasi tersebut adalah untuk mensinergiskan program kepemudaan di daerah yang kemudian diimplementasikan melalui rencana aksi nasional pelayanan kepemudaan maupun rencana aksi daerah pelayanan kepemudaan agar meningkatkan efektivitas, sinkronisasi dan harmonisasi program, kegiatan, kajian penyelenggaraan pelayanan kepemudaan nasional maupun daerah menjadi rencana aksi pelayanan kepemudaan yang berkualitas dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Sejalan dengan permasalahan diatas, hadirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan ternyata tidak memberikan pengaruh besar dalam pengurusan kepemudaan baik pusat maupun didaerah. Masih terjadi sentralistik pengurusan kepemudaan yakni ditingkat pusat hanya di urusi oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga ataupun ditingkat daerah oleh Dinas Kepemudaan dan Olahraga. Kesalahan persepsi ini memberikan pengaruf negatif dimana kemungkinan terjadi keterlambatan dalam pengurusan kepemudaan di daerah. Sehingga program kepemudaan yang ada lebih kepada hal-hal yang sifatnya rutin dan seremonial.

Ketidakpahaman dalam pengelolaan kepemudaan oleh pemangku kebijakan kepemudaan baik pusat maupun didaerah menyebabkan anggaran pelaksanaan kepemudaan sangat jauh dari harapan seharusnya. Padahal secara khusus, telah banyak aturan kepemudaan yang diatur oleh pemerintah pusat mulai dari upaya untuk penyadaran kepemudaan hingga kepada aturan yang mengatur tentang strategi pengembangan kepemudaan baik di pusat maupun daerah.

Minimnya anggaran pembangunan kepemudaan menunjukkan ketidakseriusan dalam pengurusan kepemudaan. Padahal, hampir keseluruhan aturan kepemudaan yang diterbitkan oleh Pemerintah mengamanatkan agar menyediakan anggaran untuk peningkatan pembangunan kepemudaan. Sangat disayangkan, jika hal ini terabaikan oleh pemangku kebijakan. Aparatur dan masyarakat mesti memahami bahwa dalam upaya menghadapi bonus demografi yang sedang terjadi saat ini hingga 2040 nanti, harus ada strategi yang matang dan terarah sehingga bonus demografi dapat dimanfaatkan dengan masksimal terutama dalam menciptakan kader-kader bangsa yang handal dan berdaya saing.

Serangan virus covid 19 yang melanda dunia pada awal tahun 2020 hingga sampai ke Negara kita, tampaknya semakin mempersulit ruang gerak pembangunan kepemudaan. Program-program kepemudaan yang seyogyanya dilaksanakan baik oleh pemerintah,masyarakat, serta elemen organisasi kepemudaan terpaksa harus ditunda akibat semakin tingginya tingkat penyebaran virus covid 19 di Indonesia, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau. Hal ini seyogyanya, harus diantisipasi oleh seluruh pemangku kebijakan kepentingan kepemudaan didaerah. Strategi penyadaran, pemberdayaan dan pengembangan kepemudaan mestilah diatur sedemikian rupa dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan penyebaran virus covid 19, sehingga program peningkatan pembangunan kepemudaan di tingkat nasional hingga daerah tetap dapat terlaksana.

Peran aktif organisasi kepemudaan dalam masa pandemi saat ini harus ditingkatkan sehingga target pencapaian peningkatan pembangunan kepemudaan dapat terlaksana beriringan dengan program kepemudaan yang dilakukan oleh Pemerintah. Organisasi kepemudaan harus mampu melakukan komunikasi dan koordinasi yang baik dan elegant kepada Pemerintah guna memuluskan program kepemudaan yang mereka usung. Hal ini perlu kita lakukan bersama sehingga upaya untuk memanfaatkan bonus demografi pemudaa menjadi hal yang positif dan dapat terlaksana dengan baik.
Jayalah Pemuda Indonesia

Selamat Hari Sumpah Pemuda ke 93 Tahun 2021..semoga Pemuda Indonesia terus menjadi pilar utama keberhasilan bangsa ini.

Oleh Murdani Hadinata, SH.,MH
Sekretaris MPI KNPI KOTA TANJUNGPINANG.