Katakepri.com, Yogyakarta – Seorang anak berusia 12 tahun di Yogyakarta ditemukan tewas bunuh diri di kamarnya. Berdasar penyelidikan polisi, dipastikan bocah kelas 6 SD itu meregang nyawa dengan menggantungkan dirinya menggunakan tali.
Dugaan sementara mengarah pada alasan tertekan. Terlebih, sebelum peristiwa naas itu terjadi, bocah malang tersebut membuat status WhatsApp berisi pesan terakhir untuk kekasihnya.
Kejadian ini harus menjadi perhatian semua, termasuk orangtua yang memiliki anak usia remaja. Keputusan untuk bunuh diri di umur belia adalah sesuatu yang menyedihkan, karena di usia tersebut seharusnya anak-anak merasa aman bersama keluarganya.
Fenomena bunuh diri pada anak sejatinya pernah dilaporkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), yaitu ada 29 kasus bunuh diri pada anak berusia 10 atau bahkan lebih muda sepanjang 2019.
Laporan NBC News bahkan mengungkapkan bahwa anak-anak berusia 6-12 tahun yang datang ke rumah sakit anak dengan keluhan pikiran mau bunuh diri atau melukai diri sendiri terus meningkat setiap tahun sejak 2016.
“Ada 5.485 anak-anak berusia 6-12 tahun yang mengunjungi ruang gawat darurat khusus untuk mereka yang kepikiran mau bunuh diri atau melukai diri sendiri. Pada 2019, naik sebanyak 2.555 kasus,” kata Asosiasi Rumah Sakit Anak di AS, dikutip Kamis (9/9/2021).
Tak hanya di level rumah sakit, The Children’s Center, suatu klinik kesehatan mental remaja untuk anak berusia 8 tahun ke bawah, berlokasi di Salt Lake City, pun menemukan fenomena ini.
“Telepon tidak pernah berhenti berdering. Kebanyakan berasal dari keluarga yang mencari bantuan untuk anaknya yang memiliki masalah kesehatan mental, termasuk soal keinginan bunuh diri,” papar CEO The Children’s Center Rebecca Dutson.
Ada begitu banyak alasan mengapa anak-anak memiliki pikiran untuk bunuh diri. Namun, mengacu pada data yang dimiliki Children’s Minnesota Hospital, itu karena penyalahgunaan narkoba multigenerasi, kesehatan mental, dan kemiskinan.
Munculnya pandemi pun memberi peran dalam menciptakan fenomena ini. Para ahli kesehatan mental sangat khawatir pandemi tak berkesudahan menciptakan masalah yang serius untuk anak-anak.
“Pandemi membuat anak-anak mudah depresi , dan cemas. Terlebih, banyak anak-anak yang kehilangan orangtuanya karena meninggal dunia akibat Covid-19. Ini menambah masalah pada anak-anak,” kata Jonathan Singer, presiden American Association of Suicidology.
Lebih lanjut, masalah meningkatnya penggunaan media sosial oleh anak-anak juga memberi peran dalam masalah ini. Dari hal itu, berlanjut ke masalah banyak anak-anak yang begadang dan ini meningkatkan risiko stres dalam diri mereka.
Di AS sendiri pernah dilakukan suatu survei yang melibatkan 11.000 anak berusia 9-10 tahun dan ditemukan data bahwa 1,3 persen dari mereka pernah mencoba bunuh diri. Sementara itu, 9,1 persen melaporkan pernah melukai diri sendiri.
“Kita perlu mencoba mencari tahu mengapa anak-anak di usia yang masih sangat muda sudah kepikiran untuk bunuh diri atau bahkan sudah melakukan percobaan melukai diri sendiri,” kata Diana Whalen, seorang profesor psikiatri di fakultas Kedokteran Universitas Washington di St. Louis. (Red)
Sumber : sindonews.com