Katakepri.com, Jakarta – Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI), Manneke Budiman, mengatakan terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses revisi Statuta UI yang dilakukan lewat PP nomor 75 tahun 2021. Ia mempertanyakan alasan di balik terbentuknya Peraturan Pemerintah ini.
“Dari semua keganjilan ini saja, seharusnya semua orang yang berpikiran waras itu sudah cukup bisa mempertanyakan mengapa PP ini ada,” kata Manneke dalam konferensi pers daring, Sabtu, 24 Juli 2021.
Kejanggalan pertama muncul soal klaim pemerintah bahwa proses revisi berjalan sejak 2019. Menurut Manneke, proses perubahan Statuta dimulai pada 7 Januari 2020, saat Rektor UI disebutkan mengajukan permohonan perubahan statuta ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Revisi itu disebut perlu dilakukan berbasis hasil telaah Senat Akademik (SA) UI, bukan terhadap PP 68 tahun 2013 yang jadi dasar Statuta UI. “Surat penting mengubah PP ini tak ditembuskan ke organ lain. Padahal perubahan PP itu adalah gawenya (pekerjaan) orang se-UI, tak hanya wewenangnya eksekutif. Ini luar biasa aneh, tapi direstui banyak pihak,” kata Manneke.
Hal janggal selanjutnya terjadi pada 5 Februari, saat ada pihak eksekutif kampus mengundang 3 organ lain, yakni SA UI, Majelis Wali Amanat (MWA UI), dan Dewan Guru Besar (DGB). Dalam rapat itu, dijelaskan yang meminta revisi adalah Kemendikbud dengan alasan untuk dijadikan model bagi PTN BH lain.
Dalam prosesnya, keempat organ itu diminta membuat draf revisi sesuai wilayahnya masing-masing. Namun pada akhirnya, hingga Juni 2020, hanya Dewan Guru Besar dan Senat Akademik UI yang mengajukan draf. Namun pada 30 September dalam rapat tim Kemendikbud, MWA tiba-tiba mengajukan usulan yang tidak pernah dibahas bersama tim revisi 4 organ.
“Itu termasuk revisi pasal tentang rangkap jabatan rektor, yang membolehkan menjabat selain direksi. Itu lah pasal yang kemudian gembar-gembor dan rektor undur diri dari BRI,” kata Manneke.
Kejanggalan lain, adalah ketika SK Rektor UI untuk tim revisi statuta terbit 27 Maret 2020 dan berlaku hanya bulan saja sampai 29 Mei 2021. “Dari jangka waktu SK ini, tim itu di bawah tekanan untuk menyelesaikannya secepat mungkin,” kata Manneke.
Karena dianggap banyak pasal bermasalah, rapat lanjutan pun diagendakan Kemendikbud bersama 4 organ UI lain pada 7, 14, dan 21 Oktober. Manneke mengatakan rapat-rapat itu kemudian dibatalkan. Namun ternyata rapat tetap berlangsung oleh Kemendikbud dan hanya bersama eksekutif kampus dan MWA.
Pada 2 Juli 2021, PP nomor 75 tahun 2021 yang merevisi Statuta UI mendadak terbit. Manneke mengatakan Dewan Guru Besar baru tau keberadaan PP itu pada 19 Juli.
Manneke mengatakan sejak awal terlihat konsisten adanya itikad dan agenda tak baik yang mencemari keseluruhan proses revisi. Ia menyebut ada indikasi MWA dan eksekutif secara sengaja mengelabui guru besar dan Senat Akademik UI. Akibatnya terjadi catat prosedur, cacat substansi, dan cacat format.
“Fakta PP diterbitkan secara tergesa-gesa. Bahkan format legal yang berlaku untuk perubahan PP pun diabaikan. PP itu dimuluskan jalannya oleh instansi-instansi terkait, UI-Kemendikbud, Kemenkumham, Setneg, sampai kemudian ditandatangani presiden, sehingga prosesnya luar biasa cepat,” kata Manneke ihwal revisi Statuta UI.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menegaskan usulan perubahan aturan Statuta UI sudah dilakukan sejak 2019. “Pembahasan telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan melibatkan semua pihak terkait. Pemerintah telah menerima masukan dari berbagai pihak,” kata Nadiem Makarim dalam keterangannya, Jumat, 23 Juli 2021. (Red)
Sumber : tempo.co