Katakepri.com, Jakarta – Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) mendukung penuh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang akan menindak tegas beking mafia tanah tanpa pandang bulu.
FKMTI menilai masih bercokolnya para beking mafia menjadi penyebab tidak terlaksananya perintah Presiden yang menginginkan konflik lahan segera diselesaikan agar rakyat medapat keadilan.
Ketua FKMTI, Budiardjo, mengatakan, pernyataan tegas Kapolri tersebut seperti angin segar bagi para korban perampasan tanah. Sebab, banyak laporan perampasan tanah tidak diproses bahkan para korban yang justru dikriminalisasi.
Ia mengungkapkan bahwasanya dirinya sendiri pernah menjadi korban perampasan tanah. Tanah giriknya seluas 1 ha yang berada di Cengkareng, Jakarta Barat tiba-tiba dikuasai pengembang.
Sejumlah kontainer yang berada di lahan tersebut pun lenyap. Bahkan, Budi sempat dipukul oleh kaki tangan pihak yang mengklaim tanah giriknya tersebut. Hingga kini laporan pemukulan tersebut belum diproses dan tanahnya masih dikuasai.
“Mereka mengklaim punya SHGB. PT tahun 1997 di atas tanah saya. Setelah dicek PT tersebut berdiri tahun 2009 pihak kecamatan juga mengatakan AJB2 SHGB tersebut lokasi persil tanah mereka jaraknya 5 kilometer dari tanah saya,”
“Hal seperti ini banyak terjadi. Korban tidak pernah jual tapi diatas tanah milik jadi sertifikat atas nama pihak lain, dan janggalnya korban yang sering dikriminalisasi,” ujar Budi kepada awak media melalui telpon selulernya, Kamis (18/02).
Budi berharap, pihak kepolisian dan pihak terkait lainnya tidak menghambat proses laporan para korban perampasan tanah, juga tidak menjadi beking pihak terlapor.
Ia bersyukur laporan anggota FKMTI yang melaporkan tindak pidana pemalsuan dokumen itu membuahkan hasil dengan terbitnya sertifikat asli dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tak cukup sampai disitu, Ia juga mencontohkan tanah girik milik Edi Kartono seluas 8150 meter persegi yang tiba-tiba menjadi SHGB.
Laporan Edi Kartono ke Polres Jakarta Timur dilengkapi dengan sejumlah bukti otentik, diantaranya, lokasi tanah di catatan sertifikat berbeda lokasi dan SHGB terbit pada tahun 2012 tapi pengajuannya baru pada tahun 2015.
“Ini sangat jelas, Janggal sertifikat bisa terbit lebih dulu, padahal belum diajukan. Sehsrusnya langsung dibatalkan karena cacat administrasi, lokasinya berbeda pula. Jadi bisa segera diproses laporannya dan tindak pelakunya,” tegasnya.
Budi mengungkapkan komplotan mafia tak segan mengkriminalisasi orang dengan berbagai cara untuk menguasai lahan. Contohnya, Sugiarto dilaporkan memasuki pekarangan orang lain. Padahal, Sugiarto hanya mengontrak lahan dari pemiliknya.
Dalam persidangan, tak terbukti dan Sugiarto bebas murni. Namun setelah bebas murni, Sugiarto dilaporkan melanggar UU ITE hanya karena pengacaranya mengatakan jaksa tak mungkin banding kepada wartawan. (Red*)