Katakepri.com, Tanjungpinang – Oleh Fakhriyansyah, S.Pd
Ketua Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia (ATPUSI)
Kota Tanjungpinang – Kepulauan Riau
Tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi setiap manusia. Pembatasan aktifitas, rutinitas dan efektifitas dalam menjalankan roda kehidupan terganggun dengan adanya wabah yang melanda dunia. Wabah atau pandemi Covid-19, yang pertama kali bermula di Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei, China merupakan virus jenis baru yang hingga saat ini telah mewabah hampir semua negara, termasuk Indonesia. Akibatnya, hampir setiap negara mengambil kebijakan seperti menutup pintu masuk negara, menjaga jarak atau karantina sosial, pembatasan sosial baik berskala kecil ataupun besar.
Dengan kebijakan dan inisiasi itulah setidaknya diyakini dapat memutus rantai penyebaran virus Covid-19. Hal ini mampu mengubah gaya dan pola hidup masyarakat secara global. Tetap bersilaturahmi meskipun tak berjabat tangan, tetap bertemu meskipun hanya melalui panggilan video dan tetap belajar serta bekerja mesikupun hanya di rumah. Semua telah dilakukan sebagai upaya menjaga satu sama lain.
Dari perkembangan yang setiap hari dilaporkan oleh Gugus Tugas Covid-19 Indonesia, sepertinya wabah atau pandemi ini semakin merebak dan terus bertambah hingga mencapai angka 40.000 yang terkonfirmasi positif. Akan tetapi, jumlah pasien yang sembuh juga mengalami peningkatan yang signifikan.
Adapun dampak yang dihasilkan sangat luar biasa, sekolah diliburkan hingga waktu yang tidak pasti, sebagian besar perusahaan, pabrik dan tempat usaha ditutup yang mengakibatkan PHK massal, sektor pariwisata lumpuh total setelah beberapa negara melarang warganya untuk masuk ataupun keluar dari negaranya, dan sebagian hotel atau tempat penginapan difungsikan sebagai tempat perawatan bagi pasien Covid-19. Namun demikian ada hal yang menarik, yaitu bahwa sejak adanya pembatasan pergerakan manusia atau yang sering kita kenal #dirumahsaja banyak sekali inovasi dan kreatifitas masyarakat yang dapat dilakukan selama melaksanakan pembatasan sosial.
Salah satu tempat yang juga ikut terdampak ialah perpustakaan. Perpustakaan apapun dan di mana pun itu, mungkin saat ini tidak lagi membuka pintunya untuk memberikan layanan, khususnya peminjaman dan pengembalian koleksi. Untuk perpustakaan yang sudah terintegrasi digital, sedikit beruntung, karena beberapa koleksi perpustakaan dapat diakses secara via online, seperti e-books dan e-journals. Namun ada sebuah problematika yang timbul, bagaimana dengan perpustakaan-perpustakaan yang ada di sekolah. Sekolah tutup, tak ada proses belajar mengajar, maka perpustakaannya juga ditutup. Bukan berarti pustakawannya juga tidak dapat bekerja, buku-buku yang ada juga perlu sentuhan kasih sayang dari pustakawan dan berbagai administrasi perpustakaan juga terhenti seiring dengan pembatasan sosial atau dikenal dengan social distancing. Pustakawan harus memiliki inisiatif, inovatif dan kreatif dalam melaksanakan tugas. Meskipun bekerjanya hanya di rumah, tak menutup kemungkinan berbagai hal dapat dilakukan. Di tengah pandemi ini, banyak inovasi yang dilakukan terutama dalam pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi. Banyak ajang untuk melakukan seminar secara daring, pembelajaran secara daring, rapat secara daring dan lain sebagainya melalui media sosial, aplikasi yang menunjang panggilan video serta berbagai pemanfaatan media yang dapat memudahkan komunikasi banyak arah.
Meskipun di tengah pandemi Covid-19, proses sirkulasi peminjaman dan pengembalian terus berjalan dengan sistem daring seperti peminjaman buku elektronik atau jurnal elektronik. Proses tersebut harus diintegrasikan melalui aplikasi secara digital dan pustakawan mampu mengolah, mengoperasikan dan menindaklanjuti hal tersebut. Ini menunjukkan bahwa ada kepedulian yang besar perpustakaan terhadap situasi yang hampir dihadapi setiap orang saat ini. Memang sudah sepatutnya dengan kemajuan teknologi informasi yang makin baik saat ini perpustakaan harus tetap berdiri di depan memberikan informasi-informasi bermanfaat kepada masyarakat. Istilahnya, pagar sekolah boleh tutup, namun perpustakaan tidak boleh tutup. Maksudnya bukan berarti pustakawan harus dipaksa bekerja ditengah pandemi, akan tetapi dalam artian layanan informasi perpustakaan harus tetap ada dan tersedia.
Pustakawan harus bisa membuka diri dan mampu menyampaikan informasi yang akurat kepada para penggunanya meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini. Bahkan seharusnya bisa dijadikan momentum untuk lebih mendekatkan diri lagi kepada penggunanya. Tak hanya mengolah buku, mencatat judul dan administrasi kelengkapan identitas buku yang akan didata melalui buku induk atau aplikasi, pustakawan juga harus mampu menempatkan diri sebagai garda informasi terdepan di tengah pandemi ini.
Kenapa pentingnya pustakawan dalam menyampaikan informasi? Tugas pokok pustakawan bukan hanya menginventaris bahan pustaka, mengecap koleksi, menganalisis subjek, menentukan Nomor Panggil, membuat katalog (Katalogisasi) dan lain sebagainya. Pustakawan juga berperan penting dalam menyampaikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Menjadi pustakawan bukan hanya melulu mengurusi administrasi buku, tetapi pustakawan harus mampu mengolah informasi yang diperolehnya. Membaca menjadi rutinitas seorang pustakawan, terutama dalam menanggapi informasi-informasi yang membuat masyarakat semakin cemas, takut dan was-was di tengah pandemi ini. Pustakawan juga memiliki kemampuan komunikasi yang luwes dan mampu meyakinkan para pemustaka dalam media apapun. Saat ini, pustakawan juga harus “melek” teknologi. Seperti yang telah disampaikan di atas, banyak sekali aplikasi panggilan video. Melalui media itu dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh pustakawan. Dapat kiranya melakukan seminar, diskusi atau sebagainya.
Perpustakaan memang tutup secara lahiriah, tak semestinya perpustakaan secara batiniah. Ilmu itu dapat diperoleh setiap saat. Tidak mungkin rasanya bisa memenuhi dahaga para pencari ilmu, akan tetapi dengan situasi pandemi Covid-19 saat ini, semua perpustakaan bergerak bersama saling berbagi setiap koleksi-koleksi yang dimilikinya. Maka dari itu, peran pustakawan ataupun pengelola perpustakaan sangat diharapkan di situasi saat ini, di antaranya yakni bagaimana masyarakat dapat diarahkan ke sumber-sumber ilmu pengetahuan yang dapat mereka manfaatkan untuk mengerjakan tugas kuliahnya, menambah wawasan, membuat artikel jurnal atau buku, mengisi waktu luang, ataupun sebagai penyeimbang berita tentang Covid-19 yang mencemaskan yang hampir setiap saat diterima di smartphone masing-masing.
Perpustakaan tetaplah perpustakaan yang menjadi wadah atau lembaga yang senantiasa menerangi masyarakat dengan ilmu pengetahuan. Pandemi Covid-19 sepatutnya bukan menjadi tantangan berarti bagi perpustakaan yang mampu memanfaatkan sarana Informasi dan Teknologi saat ini. Ketika orang-orang menjauhkan diri dengan orang lain (physical atau social distancing), perpustakaan sebaliknya, momentum ini dapat dijadikan sebagai usaha untuk lebih mendekatkan diri ke orang lain, terutama memberikan informasi dan edukasi dalam kondisi pandemi ini.
Semoga dengan era atau pola kenormalan baru (New Normal) dapat kita dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tetap mematuhi protokol kesehatan, jaga jarak, memakai masker setiap beraktifitas di luar rumah, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta melaksanakan pola hidup bersih dan sehat. Hal itu harus kita lakukan, mau tidak mau harus kita patuhi dan dijadikan kebiasaan. Pustakawan juga memiliki peran penting dalam menyampaikan tentang kehidupan dengan pola kenormalan baru tersebut. Karena pustakawan adalah bagian dari garda informasi terdepan dalam masa pandemi ini. Semoga kita semua menang dalam melawan pandemi Covid-19 ini dan dapat melaksanakan aktifitas dengan nyaman seperti sedia kala. (Red)