Setara Institute Menolak Normalisasi Pelanggaran Konstitusi dalam Pemilu

Katakepri.com, Jakarta – Setara Institute memberikan sikap atas ketatanegaraan mutakhir. Dalam siaran pers yang diterima Tempo pada Selasa siang, 14 November 2023,  Setara  Institute menolak menormalisasi pelanggaran konstitusi dengan tetap mendorong publik peka dan menjadikan kontroversi Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 sebagai variabel dalam menentukan pilihan dalam pemilihan umum (Pemilu) nanti. 

“Cara ini sekaligus sebagai bagian pengawasan publik agar Pemilu dijalankan secara berintegritas dan adil,” kata Setara Institute dalam keterangan tertulis. 

Tiga pasangan Capres dan Cawapres telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), termasuk Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo, yang berpasangan dengan Prabowo Subianto. Dalam penjelasan, Setara Institute menilai meskipun proses pencalonan Gibran Rakabuming mengorbankan demokrasi, merusak kepatuhan pada konstitusi, dan meruntuhkan muruah mahkamah konstitusi, secara legal-formal KPU menganggap sah pencalonan Wali Kota Solo itu sebagai calon wakil presiden. 

“Kini normalisasi juga dilakukan oleh KPU dengan meloloskan Gibran Rakabuming Raka yang berhasil memenuhi syarat sebagai kandidat, meskipun pelanggaran etik berat melekat dalam pengambilan Putusan No. 90/PUU-XXI/2023,” kata Setara. 

Selain KPU, Setara melihat beberapa lembaga survei melakukan kampanye publik bahwa langkah Gibran dianggap oleh mayoritas responden bukan politik dinasti. Selain itu, sejumlah pakar hukum juga memberikan justifikasi dengan melakukan normalisasi pelanggaran konstitusi. 

“Aspek moralitas dan etika politik serta tidak adanya legitimasi politik atas putusan tersebut, semestinya menjadi pertimbangan DPR RI saat membahas PKPU 19/2023 tentang Pencalonan Peserta Pilpres, yang mengubah syarat usia Capres-Cawapres dengan putusan MK yang kontroversial,” tulis Setara. 

Selain itu, Setara Institute menilai DPR juga melakukan normalisasi pelanggaran konstitusi. Di tengah situasi demikian, kata Setara, tidak heran jika Megawati Soekarnoputri pada 12 November kemarin, menyebut sebagai manipulasi hukum. Para tokoh bangsa pada 12 November juga menyebut demokrasi telah dinodai. Sementara, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh 11 November menyebut bahwa ada upaya membawa negara dan aparaturnya melayani kepentingan pribadi dan golongan.  

“Jika semua ciri Orde Baru sudah terakumulasi, wajar kecemasan rakyat tentang kebangkitan otoritarianisme bukanlah gosip para aktivis demokrasi atau elit politik,” kata Setara.  

Kemudian, Setara Institute mendorong penyelenggara Pemilu menjadi aktor utama yang menjaga integritas, sehingga tercipta keadilan elektoral atau electoral justice pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu. 

Setara Institute menentang segala bentuk intervensi, intimidasi, dan netralitas artifisial yang ditunjukkan oleh beberapa pihak,” kata Setara.  

Netralitas, kata Setara, buatan bukanlah netralitas yang otentik, karena di satu sisi menyerukan netralitas dan menyatakan tidak ada intervensi, tapi di sisi lain tetap membiarkan orkestrasi kandidasi, mobilisasi sumber daya, termasuk tidak melakukan upaya maksimum memastikan keadilan Pemilu. (Red)

Sumber : tempo.co