Pandangan Ulama Terkait Khitanan pada Perempuan

Katakepri.com, Jakarta – Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan. Jumhur ulama berpendapat bahwa hukumnya adalah sunnah muakkad dan merupakan fitrah Islam yang tidak mungkin bagi lelaki muslim untuk tidak melakukannya.

Sedangkan kelompok yang lain mengatakan bahwa hukumnya adalah fardhu berdasarkan perintah Allah ta’ala dalam Firman-Nya, “Ikutilah agama Ibrahim yang Hanif”. (An-Nahl: 123).

Qotadah berkata, “Yang dimaksud dengan hal itu (agama Ibrahim) adalah khitan”. Pandangan ini adalah pandangan sebagian ulama mazhab Maliki dan juga merupakan pendapat imam Syafi’i.

Ibnu Suraij mengatakan, pendapat itu adalah berlandaskan pada ijma’. Karena adanya keharaman untuk melihat pada aurat orang lai, maka dia beralasan, “Andaikata hitam itu tidak wajib, pastilah seseorang tidak akan diperkenankan untuk melihat aurat seseorang yang dikhitan.”

Namun, pendapat ini dibantah. Hal seperti ini bisa saja dilakukan hanya semata-mata dari kemaslahatan atau kesehatan tubuh, sebagaimana yang dilakukan oleh para dokter terhadap pasiennya. Padahal kita tahu berobat itu bukanlah sesuatu yang wajib, hal itu telah menjadi Ijma’.

Lalu bagaimana hukum khitan bagi perempuan?

Seperti dijelaskan dalam buku Tafsir Wanita: Penjelasan Lengkap tentang Wanita dalam Alquran karya Syekh Imad Zaki Al-Barudi, para pendapat ulama mengenai khitan untuk perempuan berbeda pendapat.

Berikut ringkasannya. Imam Nawawi berkata, “Khitan dalam pandangan Imam Syafi’i dan kebanyakan ulama adalah wajib hukumnya. Sementara dalam pandangan Imam Malik khitan adalah sunnah. Imam Syafi’i berpendapat bahwa khitan itu adalah wajib hukumnya, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Yang wajib bagi laki-laki adalah memotong seluruh kulit yang menutupi puncak penis hingga terlihat sebuah pucuk zakar. Sedangkan bagi wanita yang wajib adalah memotong bagian paling atas dari kulit yang ada di di vagina.”

Ibnu qadamah berkata, “Khitan itu hukumnya wajib bagi laki-laki dan sebagai sebuah keutamaan bagi perempuan. Ia tidak wajib bagi perempuan. Ini adalah merupakan pendapat kebanyakan orang-orang yang berilmu.”

Ahmad berkata, “Khitan bagi laki-laki itu lebih ditekankan, karena jika ia tidak dikhitan, maka kulitnya akan menjulur dan melingkupi pada pucuk zakar, sehingga ia tidak akan sepenuhnya bersih. Khitan untuk wanita lebih ringan dan lebih sederhana.” (Red)

Sumber : republika.co.id