Risiko Aksi Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa

Katakepri.com, Jakarta – Heboh seorang mahasiswi melakukan aksi bunuh diri di Mal Paragon Semarang, Jawa Tengah. Aksi tersebut dilakukan oleh NJW (20) pada Selasa (10/10/2023) di area parkir Mal Paragon.
Pihak kepolisian Semarang menemukan sebuah surat yang berisi pesan dari korban seolah-olah berpamitan dengan keluarganya. Selain itu, di dalam surat tersebut juga berisi permintaan maaf.

Terlepas dari kasus mahasiswi yang bunuh diri yang terjadi di Semarang, pakar psikologi Universitas Airlangga Atika Dian Ariana MSc MPsi menjelaskan bahwa terdapat penyebab biologis dan psikologis atau mental yang melatarbelakangi seseorang melakukan bunuh diri.

Secara biologis, orang tersebut mungkin memiliki keluhan fisik yang membuatnya merasa tidak berdaya, misalnya seperti masalah jantung dan hormonal. Sedangkan, secara psikologis korban mungkin memiliki kerentanan untuk merasa tidak berarti dalam kehidupan.

“Beberapa hal misalnya seperti putus dengan kekasih atau merasa ditolak sebuah kelompok mungkin bisa membuat seseorang merasa frustasi,” ucap Atika dikutip dari laman Unair, Kamis (12/10/2023).

Pada konteks kelompok mahasiswa, menurutnya pertemanan merupakan faktor sosial yang sangat penting. Faktor pertemanan bisa sangat berpengaruh dalam proses keberlangsungan akademik hingga proses dalam bertumbuh dewasa.

Atika menuturkan bahwa perasaan gagal dalam membangun relasi sosial berpotensi menimbulkan risiko pemicu perasaan tidak berdaya, kesepian, hingga meningkatkan risiko depresi pada seseorang.

“Teman bukan hanya diperlukan untuk keperluan akademis, melainkan juga untuk memenuhi tugas perkembangan mereka di tahapan usia remaja ke dewasa awal yang seharusnya membangun relasi sosial dan interpersonal yang intim,” jelasnya.

Atika mengungkapkan kecenderungan seseorang untuk ingin melakukan bunuh diri perlu ditangani dengan segera. Orang-orang yang ada di sekitar harus bisa lebih mawas untuk melihat situasi orang yang disayangi. Oleh karena itu langkah pencegahan dan penanganan perlu dipahami.

Jika diperlukan, segera bawa orang yang memiliki masalah kesehatan jiwa untuk pergi ke profesional kejiwaan. Dengan begitu, penanganan yang tepat bisa dilakukan.

“Di beberapa kampus ada help-center dan pusat layanan psikologis atau kesehatan yang bisa dikunjungi. Atau bisa juga mencari bantuan profesional di luar kampus, seperti psikolog atau psikiater untuk berkonsultasi,” ujarnya.

“Mulai terapkan gaya hidup sehat, perhatikan diri sendiri, dan fokus pada hal-hal bermanfaat yang membuat hidup lebih bermakna,” pungkasnya. (Red)

Sumber : detik.com