Katakepri.com, Batam – Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) Muhammad Rudi untuk kedua kalinya datang ke Rempang, Kamis, 21 September 2023. Rudi mendatangi kampung Pasir Panjang, Pulau Rempang, Kota Batam.
Kampung ini menjadi lokasi pertama yang akan direlokasi untuk pembangunan pabrik kaca dari Cina. Selain itu, Pasir Panjang juga salah satu lokasi kampung yang sebagian warganya sudah mendaftarkan rumah mereka untuk direlokasi.
Beberapa warga yang sudah mendaftar juga melemparkan pertanyaan soal kelanjutan ganti rugi ketika relokasi. Terutama ganti rugi lahan yang berada di HPK. Selain itu warga yang sudah mendaftar juga menegaskan akan pindah setelah uang ganti rugi diberikan.
Namun, sebagian warga Pasir Panjang masih ada yang belum mendaftarkan relokasi. Mereka tetap teguh menolak relokasi. Salah satunya, Riska yang mengaku mewakili masyarakat Pasir Panjang yang menolak relokasi.
Riska membacakan surat pernyataan penolakan relokasi saat berlangsung sesi tanya jawab bersama Kepala BP Batam Muhammad Rudi. Ia juga sempat hampir menangis ketika membaca bagian akhir poin-poin tuntutan pernyataan sikap itu.
Berikut bunyi surat pernyataan sikap masyarakat kampung tua Pasir Panjang, Pulau Rempang:
Sehubungan dengan rencana proyek investasi Rempang Eco City PT Makmur Elok Graha (PT. MEG), dan pembangunan pabrik kaca perusahaan PMA Xin Yi Glass Cina di Pulau Rempang, bahwasanya kami, keluarga besar adat Melayu tempatan Kampung Tua Pasir Panjang, bersama saudara-saudara kami di 15 (lima belas) Kampung Tua Melayu Pulau Rempang Galang, sebagai warga terdampak proyek investasi menyatakan:
1. Kami mendukung program pembangunan pemerintah dan investasi swasta berkelanjutan, dan berkeadilan untuk memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya kampung kami Pulau Rempang, dan Galang, Kepulauan Riau.
2. Kami mendesak Pemerintah, Komnas HAM, DPR RI untuk tidak tergesa-gesa, meninjau dan mengkaji kembali rencana proyek investasi Rempang Eco City (kota ramah lingkungan Rempang) PT. MEG dan Pembangunan Pabrik Kaca Xin Yi Glass China, terutama dari aspek hak asasi manusia, sosial, lingkungan hidup berkelanjutan.
3. Kami menolak dengan tegas SEJENGKAL, pergeseran/perpindahan/relokasi/penggusuran/ pengosongan dari tanah tumpah darah nenek leluhur kami, apapun bentuknya, apapun terminologinya tanpa syarat.
4. Kami mendesak Presiden Jokowi dan Jajaran, Komnas HAM, Gubernur Kepri, DPR RI, Mahkamah Agung, untuk segera memberikan kami Kepastian Hukum dengan menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan bagi warga melayu adat tempatan 16(enam belas) Kampung Tua untuk melindungi hak-hak kami sebagai Warga Negara Indonesia dan sebagai Pengakuan Negara atas keberadaan kami berpijak di atas Bumi Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 belum karni dapatkan.
5. Kami mendesak Presiden Jokowi dan Jajaran, Direktorat Perlindungan Cagar Budaya, Kemendikbud, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Gubernur Kepri, DPR RI, Mahkamah Agung, untuk segera mendata di lapangan, menetapkan, menerbitkan legalitas pengakuan/ perlindungan Jejak Sejarah Cagar Budaya Nusantara terhadap 16(enam belas) Kampung-kampung Melayu Tua Rempang Galang.
6. Kami mendesak Presiden Jokowi dan Jajaran, Komnas HAM, DPR RI Gubernur Kepri, Calon Investor, dan Tim Independen Penilai/ Appraisal untuk segera datang melakukan pendataan.
7. Perhitungan dan pembayaran Ganti Untung Tanah-tanah Garapan, Kebun-kebun, Ternak, Tambak, dan Usaha-usaha Masyarakat dan Pendatang Saudara-saudara kami, Jika terdampak Pembangunan Pemerintah, dengan Azas Musyawarah Mufakat, dan Berkeadilan.
9. Kami mendesak Presiden Jokowi dan Jajaran, Komnas HAM, Gubernur Kepri, Atas Nama Keadilan Ekonomi Kerakyatan, untuk memberi ruang dan kesempatan bagi Masyarakat Tempatan, Saudara-saudara Pendatang, UMKM, Investor-investor lokal untuk berwirausaha untuk menciptakan kemandirian, lapangan kerja dan meningkatkan PAD dan Pendapatan Negara. Negara agar dapat memberikan Kepastian Hukum, dan melakukan Edukasi, Sosialisasi Penerbitan Perizinan/Legalitas Usaha, Perpajakan, dan Lahan dari Sektor Perikanan, Pendidikan, Pariwisata, Perkebunan, Pertanian, Perdagangan, Pertambakan, Peternakan, dan sebagainya, di Wilayah tidak terdampak Program Pembangunan/Investasi Pemerintah.
8. Kami mendesak Presiden Jokowi dan Jajaran, Komnas HAM, untuk segera membubarkan Tim Terpadu BP Batam, Aparat di lapangan agar segera pulang ke pangkalan masing-masing karena meninggalkan trauma mendalam keluarga, orang tua, anak-anak kami.
9. Kami mendesak Presiden Jokowi, dan jajaran untuk segera membebaskan saudara-saudara kami, pahlawan-pahlawan kami yang masih ditahan.
10. Karni menolak iming-iming dalam bentuk apapun yang ditawarkan tim terpadu BP Batam di lapangan.
Bersama ini kami sampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas dukungan saudara-saudara kami Puak-puak Melayu Nusantara dan Seluruh Warga Negara Republik Indonesia.
Dan kami memohon kepada Komnas Ham, YLBHI, dan rekan-rekan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Aktivis-aktivis HAM, Wartawan, Mahasiswa, Ulama-ulama, Seluruh Puak Melayu Nusantara, dan Seluruh Warga Negara Indonesia yang memiliki Hati Nurani dan Akal Sehat untuk Mendampingi kami, dan Mengawal proses ini hingga kami memperoleh Kepastian Hukum atas Hak-hak Tanah Adat Ulayat 16 (enam belas) titik Kampung Melayu Tua Pulau Rempang Galang.
Perjuangan ini masih panjang dan berduri, dan semoga tidak terjadi lagi kepada Saudara-saudara kami di belahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta ini.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan dari tanpa ada unsur paksaan, tekanan, hasutan dari pihak manapun demi kepastian hukum, keadilan pendahulu/pejuang kemerdekaan/nenek moyang leluhur kami, dan anak cucu Generasi kami yang akan datang.
Pembacaan surat pernyataan sikap tersebut membuat Rudi bereaksi. Ia mempertanyakan, siapa yang bertanggung jawab terhadap surat pernyataan tersebut. “Yang kamu bacakan ini siapa yang bertanggung jawab,” kata Rudi kepada warga yang membacakan surat pernyatan sikap itu.
Riska, warga Pasir Panjang, Pulau Rempang yang membaca surat tersebut langsung menjawab. Ia menegaskan, surat pernyataan sikap itu merupakan suara masyarakat yang tidak mau direlokasi. “Kami semua masyarakat (yang bertangung jawab),” kata Riska. (Red)
Sumber ; tempo.co