Katakepri.com, Jakarta – Jika membahas tentang isu kesehatan perempuan, mungkin yang terlintas di benak masyarakat pada umumnya adalah penyakit kanker. Kanker juga seringkali dianggap sebagai isu utama masalah kesehatan bagi perempuan. Namun nyatanya, penyakit jantung koroner (PJK) memiliki jumlah kematian pada perempuan berkali lipat lebih banyak dari kematian yang disebabkan oleh berbagai jenis kanker.
Di Indonesia, penyakit jantung koroner merupakan penyakit pembunuh nomor satu. Berdasarkan data riset kesehatan daerah atau Riskesdas di tahun 2021, kasus kejadian PJK tidak menunjukkan adanya penurunan dari data-data tahun sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyakit jantung koroner hingga saat ini, mengalami peningkatkan jumlah kejadian dari tahun ke tahun.
Sayangnya, informasi mengenai bahaya dari PJK belum terlalu dipahami oleh banyak masyarakat Indonesia, yang menyebabkan belum terlalu banyak masyarakat Indonesia yang sadar akan bahaya dari penyakit PJK.
Lebih Berisiko pada Perempuan
Penyakit jantung koroner mengakibatkan angka kematian 4-6 kali lebih tinggi dibanding kanker payudara. Dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah Konsultan Pencitraan Jantung Mayapada Hospital Surabaya, dr. Saskia Handari, SpJP (K) menjelaskan bahwa perempuan usia muda memiliki hormon estrogen, yang dapat berfungsi sebagai proteksi diri dari penyakit PJK. Namun, jika perempuan memiliki faktor risiko seperti merokok, menggunakan kontrasepsi oral, ataupun sedang mengalami masa menopause, risiko PJK akan lebih tinggi.
Pada perempuan berusia 50 tahun ke atas, produksi hormon estrogen menurun akibat menopause. Penurunan hormon estrogen ini menjadi faktor peningkatan risiko perempuan berusia 50 tahun ke atas mengalami PJK naik menjadi sekitar 46%, dengan sekitar 31% meninggal karenanya.
“Tidak hanya kanker payudara, penting bagi perempuan untuk mendapatkan pengenalan dini terhadap gejala, diagnosis yang akurat, hingga penanganan terhadap PJK, karena 63% perempuan meninggal mendadak akibat PJK tanpa gejala yang jelas sebelumnya,” ujarnya.
“Kasus PJK yang mengakibatkan kematian lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 42% berbanding dengan 24%. Kasus ini terjadi dalam rentan waktu satu tahun setelah adanya serangan jantung akut. Sedangkan penderita yang bisa selamat dari kondisi serangan jantung akut, dapat mengalami gagal jantung dalam rentan waktu enam tahun. Hal ini juga dialami lebih banyak pada perempuan, yaitu 46% berbanding 22% dengan laki-laki,” lanjut dr. Saskia.
Gejala Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner memiliki gejala klasik seperti nyeri bagian dada sebelah kiri seperti ditindih benda berat yang menjalar ke leher, bahu, punggung dan lengan kiri. Gejala ini seringkali disertai kondisi dada berdebar, pusing, sesak, mual, nyeri perut, dan juga keringat dingin.
Sementara itu, keluhan yang biasa muncul pada perempuan secara umumnya lebih ringan, dan pada beberapa kasus tanpa menyertai nyeri dada, hanya perasaan dada yang tidak enak atau rasa letih mendadak.
Diperlukan Deteksi Sedini Mungkin
Penyakit jantung koroner perlu dideteksi dan diketahui sedini mungkin. Hal ini juga dijelaskan oleh dr. Saskia.
“Tidak hanya kanker payudara, penting bagi perempuan untuk mendapatkan pengenalan dini terhadap gejala, diagnosis yang akurat, hingga penanganan terhadap PJK, karena 63% perempuan meninggal mendadak akibat PJK tanpa gejala yang jelas sebelumnya. Kasus PJK yang mengakibatkan kematian lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 42% berbanding dengan 24%. Kasus ini terjadi dalam rentan waktu satu tahun setelah adanya serangan jantung akut. Sedangkan penderita yang bisa selamat dari kondisi serangan jantung akut, dapat mengalami gagal jantung dalam rentan waktu enam tahun. Hal ini juga dialami lebih banyak pada perempuan, yaitu 46% berbanding 22% dengan laki-laki,” jelas dr. Saskia.
Deteksi sedini mungkin diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang ada pada orang tersebut. Penanganan PJK seringkali membutuhkan kombinasi antara farmakologis (menggunakan obat-obatan) maupun non farmakologis (tanpa obat-obatan). Kombinasi pengobatan ini diyakini menjadi strategi yang efektif untuk mengurangi dampak yang lebih lanjut dari PJK.
Tiga Jenis Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner
Sementara itu, faktor risiko penyakit jantung koroner terbagi menjadi tiga jenis, yaitu faktor yang dapat dimodifikasi, faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dan faktor risiko baru.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor ini merupakan faktor yang dapat diperbaiki, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, merokok, kadar lemak darah yang abnormal, kurangnya aktivitas fisik seperti olahraga, dan juga kondisi obesitas.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Sementara itu, faktor yang tidak dapat dimodifikasi mencakup kondisi dimana penderita memiliki riwayat penyakit PJK dari keluarga kandung, jenis kelamin, dan faktor usia penderita.
Faktor risiko baru
Faktor risiko baru meliputi kondisi darah yang mudah membeku, peningkatan kadar lipoprotein(a), homosisten, dan protein plasma yang diproduksi oleh hati dengan sensitivitas yang tinggi karena adanya inflamasi (hs-CRP).
Cara Mengetahui Faktor Risiko
Faktor risiko pada penderita dapat diketahui dengan cara deteksi serta skrining. Skrining PJK dapat dilakukan melalui tes stres EKG atau treadmill, namun pada perempuan, cara ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan bila digunakan pada laki-laki.
Adapun cara lain yang dapat digunakan adalah tes fungsi, meliputi stress echo, stress nuclear, stress cardiac MRI, juga tes anatomi melalui CT scan jantung yang memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang sama antara laki-laki dan perempuan. Tindakan CT scan jantung juga dapat mendeteksi plak keras pada pembuluh dara koroner, dan hasilnya dapat dinyatakan dalam skor kalsium arteri koroner jantung. (Red)
Sumber : detik.com