Abu Bakar ash-Shiddiq Di Penghujung Usia

Katakepri.com, Jakarta – Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW. Lelaki ini lahir dengan nama Abdullah bin Utsman bin ‘Amir. Dialah yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan pria. Persahabatannya dengan Rasulullah SAW telah terjalin selama 40 tahun, yakni sejak beliau belum menerima risalah kenabian.

Bahkan sebelum memeluk Islam, perilaku putra Abu Quhafah ini sudah islami. Ia menolak meminum khamar sejak masa Jahiliyiah. Ketika ditanya perihal ini, ia berkata, “Aku melindungi nama baikku. Barangsiapa meminum khamar, maka ia menyia-nyiakan kehormatan dan nama baiknya.”

Manakala Rasulullah SAW mengajaknya masuk Islam, Abu Bakar beriman saat itu juga tanpa pikir panjang. Sebab, ia mengetahui betapa sempurnanya kejujuran dan akhlak Nabi SAW sejak lama. Bila Rasul SAW mengabarkan sesuatu, ia langsung memercayainya tanpa mengeluarkan argumentasi atau membantah sekalipun.

Sesudah Isra Miraj, misalnya, Nabi SAW memberi tahu kepada orang-orang perihal perjalanan yang dialaminya itu. Banyak masyarakat yang mencibir dan bahkan menuding beliau sebagai orang gila.

Namun, Abu Bakar dengan tegas berkata, “Sesungguhnya aku mempercayainya (Nabi Muhammad SAW). Aku membenarkannya dalam berita langit yang turun di pagi maupun petang hari.” Oleh Rasulullah SAW pun, dirinya diberi julukan ash-Shiddiq.

Abu Bakar setia mengiringi dakwah Nabi SAW. Dengan komunikasi yang dilakukannya, sejumlah tokoh Quraisy pun memeluk Islam. Di antara mereka adalah Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin Auf. Ayahanda ‘Aisyah itu pun senang menginfakkan hartanya di jalan Allah.

Rasulullah SAW memujinya di pelbagai kesempatan. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya, di antara orang yang paling dermawan kepadaku dalam persahabatannya dan dalam (menginfakkan) hartanya adalah Abu Bakar.”

Beliau juga menyatakan, “Seandainya aku dibolehkan untuk menjadikan kekasih selain Rabbku, niscaya akan kujadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Akan tetapi, persaudaraan dan kasih sayang dalam Islam itu lebih utama” (Shahihul Bukhari).

Menjelang wafat

Sesudah wafatnya Nabi SAW, umat Islam dilanda kesedihan luar biasa besar. Bagaimanapun, Muslimin mesti terus menghidupkan syiar Islam dan berteguh dalam daulah. Mereka pun menyepakati Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah, yakni pengganti kepemimpinan Rasulullah SAW dalam bidang sosial-politik.

Abu Bakar memimpin umat selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari. Ia terus menjadi khalifah hingga dirinya berpulang ke rahmatullah. Pada hari wafatnya sang khalifah, Madinah diselimuti tangis kesedihan. Suasananya setempat mirip dengan ketika Nabi SAW meninggal dunia.

Ali bin Abi Thalib datang ke rumah duka dan berkata, “hari ini, khilafah kenabian telah selesai.” Kemudian, suami Fathimah az-Zahra itu berpidato di hadapan khalayak, “Semoga Allah merahmatimu, wahai Abu Bakar. Engkau adalah orang pertama yang masuk Islam, paling sempurna imannya (di antara seluruh sahabat Nabi SAW), paling takut kepada Allah, paling kokoh keyakinan, paling melindungi Rasulullah SAW, paling menjaga Islam, paling berjasa kepada para sahabat, paling bagus perangai, paling depan dalam kebaikan, dan paling mirip dengan RasulullahSAW dalam akhlak, sifat, serta perbuatan.”

Khalifah Abu Bakar meninggal pada 23 Agustus 634 Masehi dalam usia sekitar 62 tahun. Dia dimakamkan persis di samping makam Nabi SAW. Sesudah tiadanya ash-Shiddiq, Muslimin berbaiat kepada Umar bin Khattab sebagai amirul mukminin berikutnya.

Dalam masa kepemimpinannya, Abu Bakar ash-Shiddiq mampu menjaga akidah dan persatuan umat Islam. Ketika Muslimin dilanda ujian dengan munculnya pemuka-pemuka murtad yang mengaku-aku nabi, ia dengan tegas menghukum para pendusta itu.

Abu Bakar juga berjasa dalam proses pembukuan Alquran. Pengumpulan mushaf-mushaf Kitabullah pada masa Abu Bakar disebabkan syahidnya banyak qari pada Perang Yamamah. Jumlahnya sekitar 50 orang, termasuk Salim maula Abu Hudzaifah. Palagan tersebut terjadi pada tahun 12 Hijriyah.

Kemudian shuhuf (kumpulan ayat atau mushaf Alquran pertama) tersebut diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar sampai meninggal, lalu disimpan di kediaman Umar al-Faruq sampai meninggal, dan akhirnya dipegang oleh Hafshah binti Umar. (Red)

Sumber : republika.co.id