Bersedekah dengan Uang Haram, Apakah Jadi Halal? Bagaimana Kalau Warisan?

Barang bukti mata uang dolar dan rupiah palsu saat rilis pengungkapan kejahatan mata uang palsu di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (1/3/2022). Bareskrim Polri berhasil mengungkap kejahatan uang palsu dengan barang bukti berupa 494.904 lembar mata uang rupiah pecahan Rp100.000 dan mata uang dolar pecahan USD 100 serta mengamankan 12 orang tersangka. Foto: Dery Ridwansah/ JawaPos.com

Katakepri.com, Jakarta – Harta atau uang pada mulanya adalah halal. Namun, berubah menjadi haram apabila diperoleh dengan cara yang dilarang Allah. Misalkan mempunyai motor mewah hasil dari suap pengemplang pajak. Memperoleh rumah mewah hasil dari merampok. Juga memperoleh perhiasan atau logam mulia dari hasil menggelapkan anggaran negara. Semua itu jelas haram.

Nah apakah harta atau uang haram tadi menjadi halal apabila disedekahkan?

Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menjelaskan, meskipun disedekahkan ataupun diwakafkan, harta tersebut tetap haram karena diperoleh dengan cara yang tidak baik.

Termasuk harta warisan. Kalau harta warisan berasal dari sesuatu yang tidak baik, dia akan membawa petaka. 

Ada sebuah atsar dari Abu Bakar tentang harta haram, termasuk makanan yang haram. Ceritanya begini. Suatu ketika seorang budak perempuan memberikan segelas susu kepada sahabat Nabi Muhammad yang bergelar as-Shiddiq itu. Kemudian diteguklah susu tadi.

Setelah itu, Abu Bakar penasaran, dari mana asal segelas susu tersebut. Ditanyakanlah hal itu kepada si budak. Kemudian dijawab. Bahwa susu itu diperoleh dengan cara sihir.

Seketika itu Abu Bakar mencolok-colok kerongkongannya dengan jemari sehingga dimuntahkanlah susu yang tadi dia tenggak.

Ini adalah ibrah betapa berhati-hatinya sahabat Nabi Muhammad menjaga diri dari sesuatu yang haram. Apa yang diharamkan jangan sampai mendekati diri, apalagi masuk ke dalam darah daging kita.

Dan jika kamu memohon kepada Allah Azza wa Jalla, wahai manusia, mohonlah langsung ke hadirat-Nya dengan keyakinan yang penuh bahwa doamu akan dikabulkan. Sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa hamba-Nya yang keluar dari hati yang lalai. (HR Ahmad).

Tersebutlah seorang lelaki yang telah melakukan perjalanan jauh. Rambutnya kusut masai penuh debu. Ia berjalan tertatih-tatih dengan membawa sebuntal pakaian dan bekal di pundaknya.

Setelah sekian lama berjalan, ia berhenti. Matanya memandang ke langit. Ia teringat Tuhannya. Seketika itu pula tangannya menengadah. “Ya Rabb aku minta pertolonganmu. Ya Rabb aku minta rahmat dan kasihmu. Ya Rabb aku minta keselamatan dari-Mu,” pintanya berulang-ulang. Ia tampak khusyu berdoa.

Diterimakah doanya? Seorang lelaki mulia berujar, “Sesungguhnya Allah menolak doa lelaki malang itu. Bagaimana doanya akan terkabul, sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan perutnya dikenyangkan dengan makanan haram!”

Lelaki yang berkomentar tersebut adalah Rasulullah SAW. Sedangkan kisah ini berasal dari Abu Hurairah yang diriwayatakan Imam Muslim dalam Shahih-nya. Ya, makanan haram multi efek sifatnya. Ada banyak kerugian yang akan diderita seseorang yang menyengajakan diri mengonsumsinya.

Gegara makan yang haram, ibadah menjadi ditolak Allah. Tak bernilai apa-apa di mata Allah. Bahkan yang lebih ekstrem, orang yang memakan hal haram sama sekali tak bernilai di mata Allah, dibiarkan oleh Allah. Menjadi makhluk yang lepas dari kontrol Tuhan, menjadi liar, hingga akhirnya tak tentu arah dan terjebak dalam kesesatan.

Orang yang memakan harta haram hatinya resah dan gelisah meski bergelimang harta. Tak ada kebahagiaan dalam dirinya. Tak pernah bersyukur. Selalu merasa kurang. Ingin memiliki segala hal. Namun ketika segala hal itu sudah dimiliki, dia tetap merasa kurang. (Red)

Sumber : republika.co.id