Mengetahui Bentuk Penampakan Hilal dan Cara Melihatnya

Katakepri.com, Jakarta – Penentuan awal bulan Hijriyah melalui penampakan hilal sangat penting bagi umat Islam karena berhubungan dengan waktu ibadah, terutama bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah. Seperti ini penampakan hilal dan cara melihatnya.

Dijelaskan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dikutip dari situs resminya, perhitungan bulan Hijriyah yang digunakan umat Islam, didasarkan pada keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi, dan Bumi bersama Bulan dalam mengelilingi Matahari.

“BMKG sebagai institusi pemerintah yang salah satu tugas pokok dan fungsinya adalah memberikan pelayanan tanda waktu dan posisi Bulan dan Matahari, memberikan pertimbangan secara ilmiah kepada Kementerian Agama, dan lain-lain dalam penentuan awal bulan Hijriyah,” kata BMKG.

Selain memberikan informasi data-data Hilal hasil hisab (perhitungan), BMKG juga melaksanakan rukyat (observasi) hilal di 30 lokasi di Indonesia yang dapat disaksikan secara online melalui live streaming di kanal www.bmkg.go.id/hilal setiap bulan.

Bentuk Hilal
Hilal adalah Bulan sabit yang dilihat pertama kali tepat setelah fase Bulan baru. Syarat Bulan sabit yang bisa dikatakan sebagai hilal adalah jika bisa dilihat setelah Matahari terbenam.

Hilal yang asli adalah Bulan sabit berbentuk seperti huruf U dengan posisi menghadap titik Matahari. Ini sesuai dengan istilah bahasa Arab, hilal berarti Bulan sabit.

Pengertian lain dari hilal yang menjelaskan bentuknya adalah penampakan sabit Bulan yang paling awal terlihat dari Bumi sesudah Konjungsi/Ijtima’ dan Matahari terbenam.

Sedangkan konjungsi adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan dan Matahari sama, dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Terbenamnya Matahari, adalah peristiwa ketika bagian atas piringan Matahari atau Bulan tepat di Horizon-teramati.

Objek Astronomi yang Bisa Kacaukan Rukyat Hilal
Mencari dan melihat hilal memang tidak mudah. Bentuk hilal yang tipis, serta kesempatan atau rentang waktu yang sangat sempit membuatnya hanya bisa dilihat oleh orang yang ahli. Selain itu, ada juga objek astronomi lainnya yang bisa mengacaukan rukyat hilal.
Karenanya, dalam perencanaan rukyat hilal, perlu diperkirakan juga objek-objek astronomi selain hilal dan Matahari yang posisinya berdekatan dengan Bulan, dan kecerlangannya tidak berbeda jauh dengan hilal atau lebih lebih cerlang daripada hilal.

Objek astronomi ini dapat berupa planet, misalnya Venus atau Merkurius, atau berupa bintang yang cerlang, seperti Sirius. Adanya objek astronomis lainnya ini berpotensi menjadikan pengamat menganggapnya sebagai hilal padahal sebenarnya bukan.

Cara Melihat Hilal
Untuk mempermudah mencari dan melihat hilal, para ahli rukyat menggunakan alat bantu seperti teleskop dan kamera CCD yang sangat sensitif. Dengan pengaturan sedemikian rupa, mereka dapat melihat hilal yang sangat tipis dan rendah.

Mengutip CNN Indonesia, peneliti Pusat Riset dan Antariksa di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang mengungkapkan bagaimana perukyat atau observer melihat hilal sebagai penentu awal puasa tahun ini.

Menurutnya, hilal adalah fenomena astronomi ketika muncul bulan sabit yang pertama setelah konjungsi atau saat bulan memasuki bulan baru. Fase bulan baru itu terjadi 29,5 hari sekali.

Pengamatan hilal sendiri dilakukan setelah konjungsi. Karena kondisinya fase bulan baru, maka Bulan akan terbenam lebih lambat dari pada Matahari.

Beruntung, katanya, konjungsi bulan kali ini beriringan dengan fenomena ekuinoks, yaitu saat Matahari berada tepat di barat.

“Jadi memudahkan kita memposisikan pandangan kita [melihat hilal] karena posisinya sudah barat persis,” ucap Andi.

Pengamatnya pun biasanya terlebih dahulu diambil sumpah. “Jadi setiap perukyat atau observer akan disumpah oleh Kemenag dan hakim. Mereka juga akan meminta buktinya kalau diperlukan,” ujar dia.

Adappun instrumen untuk mengamati hilal antara lain teleskop, monokuler, binokuler hingga teodolit yang sudah dimodifikasi untuk membidik objek langit.

Pengamat akan membidikkan teleskop, monokuler, dan binokulernya ke arah Matahari. Setelah Matahari terbenam, observer mengarahkan secara manual ke posisi hilal sesuai hasil perhitungan.

Metode lainnya yang digunakan pengamat adalah stacking atau penumpukan gambar.

“Jadi kita mengambil citra hilal dalam interval tertentu, misalkan 5 menit. Kita ambil, misalnya, 10 gambar dan kita tumpuk. Jadi citra hilal yang tipis itu kalau semakin ditumpuk akan terlihat lebih tebal,” jelas Andi.

Jika jenis teleskop yang digunakan sudah bisa melacak otomatis objek, ia menyebut pengamat tinggal mengunci objek dan otomatis teleskop akan mengarah ke objek yang dituju.

Di luar metode-metode di atas, Andi mengungkap saat ini sudah banyak software dan aplikasi yang bisa menyimulasikan posisi Matahari, seperti aplikasi Stellarium dan Skysatelit.

Menurutnya, penghitungan app itu terbilang akurat karena sebagian software sudah bisa mensimulasikan hingga posisi setengah titik busur posisi Matahari.

“Jadi kalau orang awam yang ingin melihat hilal cukup mengunduh software tersebut di toko aplikasi di smartphone. Baru kita atur tanggal dan jamnya. Itu lebih mudah dibandingkan kita harus menghitung manual,” pungkasnya. (Red)

Sumber : detik.com