Menolong Sahabat dengan Cara Membeli

Katakepri.com, Jakarta – Betapa banyak keteladanan yang ditunjukkan Nabi Muhammad SAW. Dalam membantu, misalnya, beliau tidak pernah merendahkan perasaan orang yang dibantunya. Contohnya sebagaimana kisah berikut ini mengenai Jabir bin Abdullah RA.

Salah seorang sahabat itu ikut dalam Perang Dzat ar-Riqa’. Sesudah pertempuran usai, ia bersama dengan Muslimin lainnya pun pulang.

Namun, berbeda dengan mereka lelaki yang berasal dari keluarga pas-pasan ini tertinggal cukup jauh di belakang. Sebab, unta yang dikendarainya berjalan dengan amat lamban.

Rasulullah SAW yang memimpin pasukan Muslimin pun terheran-heran karena tidak mendapati Jabir bin Abdullah di sekitarnya. “Di manakah Jabir?” tanya beliau kepada seorang sahabat.

“Ia mungkin ada di barisan paling belakang, ya Rasulullah. Terakhir kulihat, untanya berjalan dengan terseok-seok,” jawabnya.

Nabi SAW pun berdiri menunggu sampai Jabir terlihat. “Apa yang terjadi denganmu?” tanya beliau.

“Wahai Rasulullah, untaku berjalan sangat pelan,” jawab lelaki itu.

“Arahkan ia untuk duduk.”

Jabir pun mendudukkan untanya, sementara Rasul SAW pun melakukan hal demikian pada tunggangannya. Kemudian, beliau menyuruh sahabatnya itu untuk mengeluarkan tongkatnya dan memberikan benda itu kepadanya.

Sesudah itu, Nabi SAW menusuk lambung unta Jabir beberapa kali. “Sekarang, naikilah untamu,” kata beliau.

Betapa terkejutnya Jabir karena kini untanya menjadi sangat gesit dan cepat. “Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, sekarang untaku bisa menyalip barisan terdepan sekalipun!” ujar dia dengan gembira.

Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, sekarang untaku bisa menyalip barisan terdepan sekalipun.

Keduanya lalu menyusul barisan pasukan Muslimin. Di tengah perjalanan, Nabi SAW berkata kepada sahabatnya itu, “Wahai Jabir, apakah engkau bersedia menjual untamu kepadaku?”

“Tidak, wahai Rasulullah, tetapi aku akan menghibahkannya untukmu,” jawab Jabir.

“Jual saja untamu itu kepadaku,” ucap beliau lagi.

“Kalau begitu, silakan beri harga pada untaku ini, ya Rasulullah.”

Beliau lalu menghargai hewan tersebut sebesar satu uqiyah, yakni sekitar 40 dirham.

“Wahai Rasulullah,” tanya Jabir kemudian, “apakah engkau ridha dengan harga sebesar itu?”

“Ya,” ujar beliau.

“Kalau begitu, unta ini sekarang menjadi milikmu.”

“Baik, aku telah terima,” kata Nabi SAW. Namun, beliau memberikan isyarat bahwa Jabir dapat menunggangi unta itu hingga tiba di Madinah.

“Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?”

“Sudah, wahai Rasulullah,” jawabnya.

“Dengan gadis ataukah janda?”

“Dengan janda.”

“Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis hingga engkau bisa bercanda dengannya dan ia bisa bercanda denganmu?” tanya Nabi SAW lagi.

“Ayahku gugur di Perang Uhud dan meninggalkan tujuh anak perempuan. Aku menikahi seorang wanita yang dewasa sehingga ia bisa mengurus dan mengasuh mereka,” jelasnya.

“Engkau telah melakukan hal yang benar, insya Allah,” ucap Rasulullah SAW.

“Wahai Jabir,” tanya beliau lagi, “bagaimana kalau nanti ketika tiba di Shirar (kira-kira 5 km menjelang Madinah) aku perintahkan Muslimin menyiapkan unta untuk disembelih, kemudian kita adakan jamuan daging unta pada hari itu hingga istrimu mendengar kabar tentang kita dan ia akan melepaskan bantalnya?”

“Aku tidak memiliki bantal, wahai Rasulullah,” timpal Jabir.

“Engkau akan memilikinya, insya Allah. Karena itu, jika engkau telah tiba di rumahmu, maka lakukanlah perbuatan orang cerdik.”

Setibanya di Shirar, Rasulullah SAW, memerintahkan para sahabat untuk menyiapkan unta dan kemudian disembelih. Pasukan Muslimin, termasuk Jabir, pun menikmati jamuan makan pada hari itu.

Menjelang sore hari, tibalah mereka semua di Madinah. Nabi SAW dan Muslimin pulang ke rumah masing-masing. Begitu bertemu istrinya, Jabir menceritakan pesan Rasulullah SAW.

“Lakukanlah, sebagaimana yang engkau dengar dari beliau,” kata sang istri.

Keesokan paginya, Jabir menuntun untanya yang sudah dibeli Nabi SAW itu ke depan Masjid Nabawi. Kemudian, ia duduk-duduk hingga berpapasan dengan beberapa sahabat. Kepada mereka, ia pun menitipkan hewan tersebut agar diberikan kepada Rasulullah SAW.

Begitu keluar dari masjid, Nabi SAW bertanya kepada mereka, “Apa ini?”

“Ini unta yang dibawa Jabir untukmu,” jawab mereka.

“Di mana Jabir?”

“Aku akan memanggilnya, ya Rasulullah,” ujar seseorang.

Saat Jabir sampai di hadapannya, Nabi SAW berkata, “Wahai anak saudaraku, ambillah untamu ini, karena ia menjadi milikmu!”

Jabir merasa sangat senang karena untanya kembali kepadanya. Sebelum ia pergi, Nabi SAW menyuruh Bilal untuk menemaninya.

“Pergilah bersama Jabir, dan berikan kepadanya uang dariku satu uqiyah!”

Maka pulanglah lelaki yang beruntung itu dengan hati gembira.

Dari kisah Jabir RA di atas, terdapat pelajaran tentang kepribadian Rasulullah SAW yang sangat mulia. Tindakan beliau yang kemudian memberikan unta yang dibelinya kepada pemilik awalnya adalah caranya untuk menyantuni sesama Muslim tanpa merendahkan perasaan, yakni melalui bersedekah yang didahului dengan akad jual beli. (Red)

Sumber : republika.co.id