Katakepri.com, Jakarta – Kejaksaan Agung menetapkan enam tersangka dalam kasus impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya tahun 2016-2021. Tim Jaksa Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menduga para tersangka terlibat dalam tindakan pidana korupsi pada persoalan tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana merincikan enam pihak perusahaan yang diduga terlibat, di antaranya dari PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS, dan PT PMU. Mereka ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Tindak Pidana Korupsi yang diterbitkan pada 27 Mei 2022.
“Bahwa pada kurun waktu antara tahun 2016 sampai dengan 2021, keenam tersangka korporasi masing-masing PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS, dan PT PMU mengajukan importasi besi atau baja dan baja paduan melalui Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) PT Meraseti Logistik Indonesia milik BHL,” ujar Ketut dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 31 Mei 2022.
Dia menjelaskan, BHL dan tersangka berinisial T mengurus Surat Penjelasan di Direktorat Impor pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan melalui tersangka TB selaku Kepala Subbagian Tata Usaha pada Direktorat Impor. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan besi atau baja, dan baja paduan dari pelabuhan atau wilayah pabean.
Adanya Surat Penjelasan tersebut, makan pihak bea dan cukai mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan yang diimpor oleh keenam tersangka korporasi. “Seolah-olah impor tersebut untuk kepentingan proyek Strategis Nasional yang dikerjakan oleh perusahaan BUMN, yaitu PT Waskita Karya (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Nindya Karya (Persero), dan PT Pertamina Gas (Pertagas),” tutur Ketut.
Berdasarkan Surat Penjelasan yang diterbitkan Direktorat Impor pada Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, maka impor besi atau baja dan baja paduan dari Cina yang dilakukan oleh enam tersangka, dapat masuk ke Indonesia. Jumlah yang masuk pun melebihi kuota impor dalam persetujuan impor yang dimiliki keenam tersangka.
Kerugian sistem produksi dan industri besi baja
Perbuatan keenam tersangka korporasi itu diduga menimbulkan kerugian Sistem Produksi dan Industri Besi Baja dalam Negeri atau Kerugian Perekonomian Negara. “Bahwa setelah besi atau baja dan baja paduan masuk ke wilayah Indonesia kemudian oleh keenam tersangka korporasi di jual ke pasaran dengan harga yang lebih murah daripada produk lokal, sehingga produk lokal tidak mampu bersaing,” kata Ketut.
Perbuatan yang dilanggar oleh enam tersangka korporasi bertentangan dengan Pasal 54 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan syarat pengecualian perijinan impor yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan. Berikut sederet aturan lainnya yang terkait:
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Ketentuan Impor Baja Paduan (Pasal 30)
- Barang keperluan pemerintah dan lembaga negara lainnya.
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2016 tentang Impor Besi/Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya (Pasal 22 ayat (1) huruf i, ayat 3)
- Barang untuk keperluan instansi pemerintah/Lembaga negara lainnya yg diimpor sendiri oleh instansi pemerintah/Lembaga dimaksud.
- Harus mendapat Sujel dari Direktorat Impor pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 63 Tahun 2017 Jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2018 (Pasal 22 (1) huruf p)
- Barang untuk keperluan proyek pemerintah yang ditujukan untuk kepentingan umum.
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 110 Tahun 2018 Jo. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03 Tahun 2020 (Pasal 26 (2) huruf a).
- Barang untuk keperluan instansi pemerintah/Lembaga negara lainnya yang diimpor sendiri oleh instansi pemerintah/Lembaga dimaksud.
- Harus mendapat Surat Penjelasan dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.
Melanggar undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi
Akibat perbuatan enam tersangka, maka aturan yang dilanggar pertama adalah bagian primair dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian bagian subsidiair yaitu, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, disangka melanggar Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Atau selain itu adalah Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (Red)
Sumber : tempo.co