Katakepri.com, Jakarta – Sejumlah pakar hukum tata negara menolak usulan sejumlah pimpinan partai politik yang menyuarakan penundaan Pemilu 2024. Mereka menganggap usulan itu bentuk pelanggaran konstitusi.
Usulan Pemilu 2024 diundur ini disuarakan ketua umum partai politik pendukung pemerintah. Mulanya, usulan ini disuarakan secara terbuka oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Selanjutnya, ucapan Muhaimin itu disambut oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto. Mereka menganggap rakyat masih ingin dipimpin Jokowi dan ekonomi belum stabil.
Menanggapi sikap para pimpinan partai politik tersebut, sejumlah pakar hukum tata negara pun menyampaikan kritikan atas wacana ini. Berikut ini rangkumannya:
1. Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menilai, usulan penundaan Pemilu 2024, yang berarti memperpanjang masa jabatan presiden, anggota parlemen, dan kepala daerah bentuk pelecehan konstitusi.
Dalam teori ketatanegaraan, ujar Denny, pengecualian tidak mengikuti aturan konstitusi itu hanya dimungkinkan dalam situasi sangat darurat, dan hanya demi menyelamatkan negara dari ancaman serius yang berpotensi menghilangkan negara.
“Ini nyata-nyata adalah potret pelanggaran konstitusi berjamaah yang didasari pada dahaga atas kekuasaan semata,” ujar Denny Indrayana lewat keterangan tertulis, Jumat, 25 Februari 2022.
2. Yusril Ihza Mahendra
Guru Besar Hukum Tata Negara yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan usulan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan para pejabat negara ini dilontarkan tanpa dasar konstitusional. Penundaan Pemilu akan menimbulkan krisis legitimasi.
“Kalau asal tunda pemilu dan asal perpanjang masa jabatan para pejabat negara tersebut, tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat, maka ada kemungkinan timbulnya krisis legitimasi dan krisis kepercayaan. Keadaan seperti ini harus dicermati betul, karena ini potensial menimbulkan konflik politik yang bisa meluas kemana-mana,” ujar dia.
3. Jimly Asshiddiqie
Guru Besar Hukum Tata Negar Jimly Asshiddiqie menilai, usulan penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024 oleh para ketua umum partai itu sebatas asal bunyi belaka. Dia pun mengaku belum pernah mendengar ada kajian internal partai terhadap usulan tersebut.
“Maka kalau tidak terlalu penting lebih baik tidak usah direspons agar para ketum tersebut tetap tidak percaya pada omongannya sendiri,” kata Anggota DPD dari DKI Jakarta ini saat dihubungi, Sabtu, 26 Februari 2022.
4. Margarito Kamis
Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis mengungkapkan perpanjangan masa jabatan presiden atau menunda pemilu 2024 bisa teralisasi bila Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen kembali. Selain itu, juga bisa dilakukan dengan diterbitkannya dekrit presiden.
“Silakan saja ubah UUD 1945 atau Presiden Jokowi mengeluarkan dekrit untuk perpanjangan dirinya sebagai Presiden RI. Itu silakan saja. Biar rakyat menilai,” kata Margarito, Jumat, 25 Februari 2022. (Red)
Sumber : tempo.co