Katakepri.com, Jakarta – Alquran sangat mengecam dan melarang tindak pidana korupsi. Terdapat tiga ayat Alquran yang relevan untuk membahas korupsi adalah surat Al Maidah ayat 42, 62, dan 63.
Pertama, Surat Al Maidah ayat 42
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ ۚ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ ۖ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا ۖ وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”
Kedua, Surat Al Maidah ayat 62
وَتَرَىٰ كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu.”
Ketiga, Surat Al Maidah ayat 63
لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
“Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.”
Ketiganya menyebut persoalan makan yang haram (akl as-suht). Bahkan, dalam dua ayat yang ter sebut paling akhir, Allah SWT menegaskan amat buruk apa yang mereka telah kerjakan.
Subjek mereka adalah dalam ayat ke-62 kebanyakan dari orang-orang Yahudi (yang) bersegera dalam berbuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram, sedangkan dalam ayat berikutnya adalah orang-orang alim atau pendeta-pendeta dari kalangan orang-orang Yahudi yang tidak melarang mereka dalam mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram.
Syamsul Anwar dalam artikelnya, Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam, pada Jurnal Hukum (2008) mengutip definisi dari Ibn Mas’ud (wafat 652) tentang as-suht sebagai menjadi perantara dengan menerima imbalan antara seseorang dan penguasa untuk suatu kepentingan.
Sementara itu, Khalifah Umar bin Khattab dikatakannya juga mengemukakan pengertian yang serupa, yakni as-suht adalah seseorang yang berpengaruh di lingkungan sumber kekuasaan menjadi perantara dengan menerima imbalan bagi orang lain yang berkepen tingan sehingga penguasa tadi meloloskan keperluan orang itu.
Dengan perkataan lain, dalam as-suht selalu ada penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan untuk memperkaya diri sendiri dan atau orang lain dengan menerima imbalan atas perbuatannya. Gratifikasi diharamkan dalam Islam.
Syamsul Anwar menjelaskan sebuah hadis Nabi SAW terkait hal itu, yakni Dari Abu Humaid as-Sa’idi (diriwayatkan) bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Pemberian hadiah kepada para pejabat adalah korupsi (ghulul).’
Hadiah itu bersifat gratifikasi ka rena berkaitan dengan jabatan yang dipegang si penerimanya. Tidak ada masalah bila hadiah diberikan oleh seseorang atas dasar apresiasi kepada orang lain yang bukan pejabat. (Red)
Sumber : republika.co.id