Katakepri.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendukung penerbitan regulasi hak penerbit atau publisher rights bagi media massa atau pers. Menurut dia, ada tiga pilihan regulasi yang bisa segera diputuskan.
“Apakah segera mendorong undang-undang baru atau yang kedua merevisi undang-undang yang lama, atau yang paling cepat adalah dengan peraturan pemerintah atau PP,” kata Jokowi dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN), Rabu, 9 Februari 2022.
Pemerintah, kata Jokowi, menyerahkan kepada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Dewan Pers agar regulasi ini bisa segera diselesaikan. Jokowi mengatakan akan terus mendorong setelah pilihan regulasi ini ditentukan. “Sehingga menjadikan industri pers semakin sehat dan kuat,” kata dia.
Di awal acara, Ketua PWI Atal S. Depari lebih dulu mengingatkan Jokowi bahwa regulasi hak penerbit ini penting demi keberlangsungan media nasional. “Kami sangat membutuhkan publisher rights,” kata dia.
Sesuai janji di Hari Pers Nasional 2021, kata Atal, PWI sudah menyusun dan menyerahkan draf regulasi hak penerbit ini pada Oktober lalu. Meski draf tersebut belum sempurna, Atal menyebut tindak lanjut sekarang ada di pemerintah.
Ia berharap Jokowi bisa memerintahkan kementerian untuk memproses regulasi ini. “Kalau bola di pemerintah, Pak Presiden tinggal tendang pakai kaki kiri atau kanan,” kata dia.
Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh juga mengingatkan Jokowi soal regulasi hak penerbit. Ia mengatakan salah satu persoalan di industri media saat ini ialah gempuran digital dari platform global.
Nuh menyebut Dewan Pers ikut mendorong lahirnya regulasi hak penerbit karena tak ingin terjadi digital feodalism. “Kami terima kasih, dorongan Pak Presiden sangat mulia untuk segera. Payung yang bisa memayungi kawan-kawan dunia pers itu terhindar dari gempuran platform digital bisa segera terealisir,” ujar Nuh.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, sebelumnya telah menyampaikan regulasi hak penerbit ini bakal mendorong jurnalisme berkualitas yang sehat secara ekonomi. Saat ini pemerintah sedang mendiskusikan pilihan regulasi tersebut.
Sebab, kata Usman, rezim dari hak penerbit ini memang luas. “Apakah bersifat copyright atau lebih ke news bargaining code atau apa persaingan usaha? masing-masing ada kelebihan sekaligus punya kelemahan,” kata dia dalam keterangan tertulis.
Pemerintah dan industri media, kata Usman, perlu berdiskusi untuk menentukan aturan yang dipakai. Usman mencontohkan aturan copyright, di mana tantangannya akan besar dari platform global.
Platform ini juga bisa mengatakan bahwa mereka punya copyright dalam hal teknologi. “Itu bisa menjadi argumen bagi mereka untuk katakanlah mendiskusikan secara lebih jauh atau mempersoalkan undang-undang ini,” kata Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo. (Red)
Sumber : tempo.co