Katakepri.com, Tanjungpinang – Anggrek, siapa yang tidak tahu tanaman ini, sebelum muncul berbagai jenis tanaman-tanaman hias yang kita kenal saat ini, anggrek sudah lebih dulu menjadi primadona dikalangan pecinta tanaman hias kala itu.
Jenisnya yang beragam dan harga jualnya yang tidak berubah membuat tanaman anggrek masih exis hingga sekarang. Ada yang membeli hanya untuk sekedar dijadikan koleksi dan ada juga yang menjadikannya sebagai ladang bisnis.
Seperti halnya Melly Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kelurahan Bukit Cermin ini yang menjadikan tanaman anggrek sebagai salah satu ikon wisata yang bernilai jual.
Berangkat dari filosofi Bukit Cermin yang sejak dari dulu identik dengan tanaman anggrek, Melly mencoba mengangkat ekonomi wisata bertemakan wisata edukasi dan tematik lingkungan dengan pengembangan budidaya tanaman anggrek.
Dalam pengembangan budidaya tanaman anggrek itu Melly tidak sendiri, ia didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat Air Lingkungan Hidup dan Manusia (LSM ALIM) dan Program Kampung Iklim (Proklim) Kelurahan Bukit Cermin.
“Bukit Cermin itu filosofinya di kenal dengan anggrek, karena dulu di sepanjang jalan-jalannya dapat kita temui banyak sekali tanaman anggrek disana,” kata Melly.
“Disamping itu kita juga menyadari kalau untuk wisata alam kita sangat jauh tertinggal sama Bintan. Oleh karena itu kami berupaya membangkitkan dan mengembangkan potensi wisata di Tanjungpinang dengan cara yang berbeda, yakni dengan mengangkat ekonomi wisata yang bertemakan wisata edukasi dan tematik lingkungan, salah satunya dengan pengembangan budidaya tanaman anggrek ini,” tambah Melly.
Saat ini Melly dan kawan-kawan sudah mengembangkan hampir 12 jenis tanaman anggrek, mulai dari anggrek merpati yang ia dapat di jalan, anggrek pandan, anggrek bambu, anggrek kalajengking, anggrek padi, anggrek bulan, anggrek oncidium, anggrek hoya, anggrek doritis, anggrek vanda, anggrek katalia hingga anggrek termahal dendrobium.
Ditangan Melly dan kawan-kawan, beragam jenis tanaman anggrek yang tadinya biasa saja itu dibuat lebih menarik. Dengan sedikit sentuhan tangan (handmade), tanaman anggrek dipadukan dengan pot yang mereka design sedemikian rupa, ada yang bermotif batik, bunga, dan ada juga yang berbentuk seperti tanjak.
“Membuat pot dengan bentuk-bentuk seperti itu tidak membutuhkan modal yang banyak karena semua itu berasal dari limbah sampah plastik yang dipadukan dengan limbah kain perca,” ucap Melly.
Untuk satu tanaman anggrek lengkap dengan pot handmade itu, Melly dan kawan-kawan membandrolnya dikisaran harga 100 hingga 200 ribu. Harga itu ia sesuaikan dengan klasifikasi jenis tanaman anggrekanya.
“Untuk anggrek bulan dan merpati lengkap dengan pot kami jual diharga 100 hingga 150 ribu, sementara anggrek dendrobium kami jual diharga 150 hingga 200 ribu,” jelasnya.
Untuk mereka yang ingin membeli atau hanya ingin sekedar mengetahui lebih dalam tentang ragam jenis anggrek, Melly membuka lebar Studio anggreknya yang ada di Lorong Bintan Kota Lama.
“Tidak hanya melihat dan membeli, mereka juga bisa berswafoto bersama tanaman anggrek yang tersedia lengkap dengan kostum yang mereka inginkan di Studio kami,” jelasnya. (Angga)