Eksisitas Keberlangsungan Biota Laut Terancam Punah di Perairan Provinsi Kepulauan Riau

Katakepri.com, Tanjungpinang – Sesuai dengan amanat Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat (3) di mana kewenangan pengelolaan laut Daerah Provinsi diatur paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Selanjutnya diperkuat dengan Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan bahwa Pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu provinsi yang bercirikan kepulauan yang dominan dikelilingi oleh perairan laut, adapun luas wilayahnya sebesar 8.201,72 km², sekitar 96% merupakan lautan, dan hanya sekitar 4% daratan. Memiliki sumberdaya alam yang melimpah, baik sumberdaya alam yang dapat diperbarui (renewable resource) dan yang tidak dapat diperbarui (non renewable resource), serta didukung dengan letaknya yang strategis dengan berbatasan dengan negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, Malaysia dan Singapura sehingga kawasan pesisir dan perairan lautnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan dengan berbagai kegiatan seperti pariwisata, perikanan, pertambangan, industri maritim, labuh jangkar, alur pelayaran dan sebagainya.

Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi kepulaun riau memiliki ekosistem alami yang kompleks seperti : ekosistem terumbu karang (coral reefs), hutan bakau (mangrove), padang lamun (seagrass) dengan pantai berpasir. Dengan kompleksitas ekosistem tersebut maka secara tidak langsung menyebabkan tingginya tingkat kesuburan perairan dan keanekaragaman biota laut serta kaya akan sumberdaya ikan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara alami mempunyai lingkungan yang spesifik dan seimbang secara ekosistem dengan beragam potensi yang saling berhubungan dan sangat peka terhadap perubahan.

Perubahan satu ekosistem dengan cepat akan mempengaruhi ekosistem lain di sekitarnya, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam pemanfaatan dan pengelolaannya, yaitu dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan (carrying capacity) maupun lingkungan sosial budaya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.

Tingginya tingkat keanekaragaman hayati diperairan kepulauan riau adalah aset bagi pembangunan dan kemakmuran provinsi kepulauan riau yang sebagian besar pembangunan di provinsi ini mengandalkan potensi sumberdaya alam ini.

Namun demikan meningkatnya kebutuhan manusia dan tekanan terhadap lingkungan khususnya sumberdaya hayati laut, mengakibatkan terjadinya penurunan populasi beberapa biota perairan khususnya biota langka yang terancam punah, Menurut Fishbase, 144 spesies ikan bersirip di Indonesia termasuk kedalam ikan yang terancam punah.

Untuk mengatasi penurunan populasi yang terus menerus dan mengantisipasi atau jangan sampai terlambat dalam penyelamatan biota perairan yang terancam punah untuk masa yang akan datang, maka dalam Penetetapan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Kepulauan Riau, perlu dialokasikan kawasan konservasi serta melakukan konservasi jenis terhadap biota tersebut yang meliputi aspek pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan.

Menurut Data Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, terdapat 8 jenis biota laut yang dilindungi penuh yakni dugong (Dugong dugon), ikan hiu paus (Rhincodon typus), ikan pari manta (Manta sp), ikan pari gergaji (Pristis sp), kima (Hippopus sp), lumba-lumba (Cetacean sp), Paus (Cetacean sp), dan penyu (Testudinata sp) serta terdapat biota laut yang dilindungi terbatas yakni bambu laut (Isis spp), ikan capungan banggai (Pterapogon kaudemi), ikan napoleon (Cheilinus undulatus), ikan terubuk jenis hilsa (Tenualosa ilisha), dan ikan terubuk ekor panjang (Tenualosa macrura).

Dimana sebagian besar biota laut yang dilindungi yang terancam punah di atas hampir sebagian besar terdapat di perairan kepulauan riau seperti dugong/duyung, penyu, pari, lumba-lumba, paus, kima, hiu dan lain sebagainya termasuk kuda laut yang merupakan apendiks II CITES. Biota laut yang terancam punah paling sering dijumpai dan dikenal oleh masyarakat kepulauan riau pada umumnya adalah Dugong/Duyung, Penyu, dan Kuda Laut. Ketiga jenis biota laut yang terancam punah ini hampir setiap tahun di jumpai di perairan kepulauan riau.

Dugong sering diumpai terdampar di pesisir pantai dan tertangkap oleh jaring nelayan, penyu khususnya telur penyu merupakan konsumsi dan oleh-oleh khas suatu daerah yang kadang kala diperdagangkan secara bebas di pasaran sedang kan kuda laut pada musim tertentu dilakukan penangkapan besar-besaran oleh masyarakat. Apabila biota laut terancam punah ini tidak dikelola dengan baik maka keberadaannya akan hilang di perairan kepulauan riau.

Kepunahan biota laut dapat disebabkan secara alami seperti bencana alam, pemanasan global dan sebagainya. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali menjadi penyebab beberapa spesies mengalami ancaman kepunahan, kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh berbagai aktivitas pembangunan yang tidak ramah lingkungan juga telah menyebabkan kerusakan sebagian ekosistem yang pada akhirnya berdampak pada ancaman kelangkaan bahkan kepunahan.

Ancaman kepunahan lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia yang bersifat destruktif, seperti penangkapan ikan yang melebihi batas potensi lestarinya (over fishing), pencemaran, kerusakan habitat, penangkapan yang bersifat destruktif (penggunaan bahan peledak dan bahan beracun), kegiatan pertanian yang menggunakan bahan kimia, pembangunan bendungan yang memutus jalur ruaya, dan lain sebagainya.

Untuk menjaga kelestarian dan eksisitas biota laut terancam punah di perairan provinsi kepulauan riau adalah dengan melibatkan semua stake holder dan elemen masyarakat serta kita harus bijak dan penuh kehati-hatian dengan pertimbangan ilmiah dalam penetapan alokasi ruang dalam penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi kepulauan riau serta didukung dengan program-program pemerintah baik berupa penyadaran, pembinaan, penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat.

Disamping itu perlunya regulasi yang jelas terkait perlindugan biota laut terancam punah dan peningkatan pengawasannya serta persamaan persepsi dan sinergisitas antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam hal perlindungan dan kelestarian biota laut laut terancam punah ini.

Dengan berubah sistem pengelolaan keuangan daerah dan konsep otonomi daerah peran serta masyarakat secara langsung di tingkat Desa/Kelurahan yang berhadapan langsung baik secara aktivitas seperti nelayan dan kewilayahan khususnya Desa/Kelurahan yang berciri pesisir perlu digalakkan kembali kelompok masyarakat peduli lingkungan atau kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) perikanan yang dahulu dibawah binaan dinas perikanan pada saat adanya program COREMAP pase I dan II kemudian dilanjutkan dengan Program CTI. (Red)

Oleh : FRENGKY AZRIANTO, S.Pi
Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan
Universitas Maritim Raja Ali Haji-Kepri