Pemko dan DPRD Tak Harmonis, Masyarakat Jadi Korban

Katakepri.com, Tanjungpinang – Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021 Kota Tanjungpinang sebesar Rp985 miliar sudah disahkan DPRD sejak akhir November 2020 lalu. APBD Kota Tanjungpinang itu sudah melalui pemeriksaan Pemprov Kepri dan Pemerintah pusat.

Kini anggaran itu sudah bisa digunakan untuk pembangunan daerah Tanjungpinang. Untuk merealisasikan itu tinggal penyerahan Daftar Alokasi Anggaran (DPA) ke masing-masing Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) hingga anggaran itu bisa digunakan.

Hanya saja, karena kurang harmonisnya hubungan Kepala Daerah dengan DPRD, membuat penyerahan DPA itu mesti ditunda. Korbannya tentu masyarakat banyak, karena APBD itu akan digunakan untuk pembangunan Kota Tanjungpinang.
Jika penyerahan DPA itu ditunda-tunda tentu penyerapan anggaran juga akan lambat, bahkan terancam bakal banyak anggaran yang tidak terserap.

Ketua Stisipol Raja Haji Tanjungpinang, Endri Sanopaka, juga meyayangkan terjadinya polemik antara Pemko dan DPRD Kota Tanjungpinang ini. Menurutnya, polemik ini tidak perlu terjadi karena yang menjadi korbannya adalah masyarakat. Anggaran yang dibahas itu kini tertahan padahal ini merupakan hak masyarakat seluruh Kota Tanjungpinang. Endri Sanopaka mengakui polemik seperti ini selalu terjadi setiap tahun.

“Kurang harmonisnya antara kepala daerah dengan DPRD tentu berdampak pada kebijakan-kebijakan daerah yang tentunya merugikan masyarakat,” kata Endri Sanopaka.

Menurut Endri Sanopaka, mestinya DPRD dan walikota mesti duduk bersama membahas masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya.

“Kepala daerah dan seluruh anggota DPRD itu adalah pilihan masyarakat. Jadi setiap kebijakan yang diambul jangan sampai merugikan masyarakat. Masyarakat ini bukan bawahan mereka. Justru DPRD dan walikota itu adalah perwakilan dari masyarakat yang tugas dan fungsi utamanya harus berpihak ke masyarakat,” kata Endri Sanopaka.

Saat disinggung tentang penyerahan DPA yang ditunda karena tidak ada tandatangan pimpinan DPRD, Sanofaka menilai semua terjadi sudah mengarah pada ketidakharmonisan hubungan dua lembaga ini yakni antara eksekutif dan legislatif.

“Kalau tidak salah, APBD kita sudah melakukan evaluasi Kemendagri dan sudah diteruskan ke provinsi dan ditelaah oleh biro hukum provinsi Kepri dan kalau kekurangan itu di level Tanjungpinang seperti Sekretaris Daerah, dan ini bukan hal yang prinsip dan ini tinggal melaksanakan saja. Kekurangannya bersifat administrasi berupa tandatangan.” Ujarnya.


Menurut Endri Sanopaka, lambatnya DPA ini sudah banyak direspon masyarakat karena masyarakat dirugikan.

“Contoh saja, ribut-ribut tagihan PLN untuk Penerangan Jalan Umum belakangan ini. Ternyata Pemko belum bisa membayar karena DPA belum dibagikan ke masing-masing Organisasi Perangkat Daerah,” sebutnya.

Sanopaka juga meminta agar PLN juga bisa memaklumi hal itu karena sistem pemerintah memiliki prosedur tersediri yang harus dilalui dan penggunaan anggaran mesti melalui mekanisme yang sudah ditentukan.

“Fenomenanya sekarang, elit politik yang begaduh masyarakat yang jadi korban. Kalau dibiarklan berlarut-larut tentu daerah yang rugi dan masyarakat perlu bereaksi. Baik Pemko maupun DPRD mestinya tidak mengedepankan ego masing-masing,” kata Sanopaka.

Agar permasaahan bisa lebih cepat selesai, sebutnya perlu peran pihak-pihak terkait dan tokoh tokoh masyarakat untuk menyelesaikan ini. “Tokoh-tokoh masyarakat mesti cepat menjembatani masalah ini agar tidak berlarut-larut dan agar jangan berulang-ulang. Semoga Forkominda bisa cepat merespon untuk menjembatani penyelesaian masalah ini dan untuk kalangan perguruan tinggi kami siap membantu,” tegasnya. ***