RUU PKS Dinilai Multitafsir, Aktivis Minta Perkuat KUHP

Katakepri.com, Jakarta – Sekjen Majelis Nasional Forum Alumni HMI Wati (Forhati) Jumrana Salikki, menyatakan berseberangan terhadap RUU PKS atau Penghapusan Kekerasan Seksual. Selain dinilai multitafsir, ia memilih untuk melakukan penguatan terhadap aturan lainnya, seperti KUHP, Undang-undang PKDRT, Perlindungan Anak, dan langkah-langkah pencegahan.

“RUU PKS bagi kami bukanlah solusi dalam menjawab permasalahan perempuan di Indonesia, tetapi ada upaya lain yang kita mulai, antara lain dari pencegahan,” kata Jumrana dalam diskusi daring pada Senin, 3 Agustus 2020.

Jumrana menilai kasus kekerasan seksual bisa ditanggulangi dari langkah pencegahan yang berfokus pada kondisi rumah. Ia menilai keluarga perlu membangun lagi harmoni, menambahkan bahwa situasi Covid-19 dianggapnya sebagai hikmah agar anggota keluarga bisa selalu berkumpul di rumah. Solusi lain, menurutnya, yaitu mendampingi korban dan mendorongnya agar berani membuka diri serta melapor jika mendapat perlakuan kejahatan atau kekerasan seksual.

Upaya lain, lanjut Jumrana, adalah melalui penguatan undang-undang yang sudah berlaku. Undang-undang itu antara lain adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan UU Perlindungan Anak. Ia menilai tidak perlu dibuatnya undang-undang baru namun bisa memperbaiki dari peraturan yang sudah ada.

“Jadi cukup ini dulu. Lakukan penguatan UU yang ada supaya tidak tumpang tindih. Sudah ada di UU ini nanti ada lagi di RUU PKS,” kata Jumrana.

Sebelumnya, Jumrana menilai ada multitafsir dalam RUU PKS, seperti definisi dari kekerasan seksual. Ia mencatut bagian ‘yang menyebabkan seseorang tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas’. Menurut dia, pengertian bebas dalam konteks tersebut memiliki banyak makna.

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Ansor menjelaskan bahwa RUU PKS memiliki sifat yang berbeda dengan RUU KUHP, yaitu lex specialist atau lebih spesifik ketimbang KUHP yang sifatnya umum. Ia menjelaskan lewat webinar pada Senin, 20 Juli 2020 bahwa RUU PKS memiliki berbagai keunggulan, seperti penambahan alat bukti, arahan sikap aparat penegak hukum, larangan kriminalisasi korban, juga upaya pemulihan dan pendampingan korban. (Red)

Sumber : tempo.co