Katakepri.com, Jakarta – Bahan bakar minyak alias BBM berjenis Premium dan Pertalite direncanakan mau dihapus. Kedua jenis bahan bakar ini dinilai tidak ramah lingkungan.
Menurut Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin langkah ini memang harus segera dilakukan. Mengingat Premium dan Pertalite sudah tidak masuk spesifikasi dan standar kendaraan di Indonesia. Dia menjelaskan Indonesia saat ini menerapkan spesifikasi standar kendaraan Euro II dan IV.
“Memang harus dihapus, karena standar kendaraan kita di Indonesia itu sudah Euro II sejak 2005, malah Oktober 2018 Euro IV. Konsekuensinya, bahan bakarnya pun harus sesuai dengan kendaraan, semakin tinggi standarnya harus lebih bersih,” kata Ahmad kepada detikcom, Senin (6/7/2020).
Ahmad menjelaskan untuk spesifikasi kendaraan di atas, kandungan RON dalam bahan bakarnya minimal mencapai 91-92. Namun, Premium dan Pertalite berada di bawah batas minimal tersebut.
“Premium itu RON 88 dan Pertalite RON 90, itu tidak sesuai spek Euro 4, Euro 2 saja Premium dan Pertalite sudah nggak memenuhi syarat, maka harus dihapus. Untuk dua standar di atas, RON-nya minimal RON 91, malah idealnya 92,” ungkap Ahmad.
“Kalau dipaksa terus, maka kendaraan berstandar Euro II dan IV bisa rusak,” pungkasnya.
Senada dengan Ahmad, Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan menyatakan Premium dan Pertalite memang sudah harus dihapus. Dia menyebutkan lebih untung menggunakan BBM RON tinggi, karena dapat memelihara mesin kendaraan.
“Menurut saya memang sudah harusnya dihapuskan. Kan BBM RON tinggi ini lebih bagus, bisa bikin kompersi mesin lebih bagus. Akhirnya mesin bisa berlari lebih jauh, perawatan lebih minim dan murah juga,” kata Mamit.
Mamit juga menjelaskan penghapusan ini diambil sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) LHK NO.P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru kategori M, N, dan O, yakni bahan bakar yang boleh digunakan adalah standar Euro 4.
Euro 4 sendiri merupakan standar kualitas bahan bakar di mana minimum RON 91 dan kadar sulfurnya tidak melebihi 50. Mamit juga mengatakan
“Kan memang sudah diatur juga kan ada aturannya di KLHK, belum lagi Indonesia juga sepakat melakukan Paris Agreemeent,” ungkap Mamit. (Red)
Sumber : detik.com