Katakepri.com, Jakarta – Pemerintah resmi memberlakukan penurunan pajak perusahaan mulai April ini. Dengan demikian wajib pajak (WP) badan umum mendapat pengurangan tarif pajak dari 25% menjadi 22%. Serta WP badan yang memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pun mendapat pengurangan tarif pajak dari 20% menjadi 19%.
Cukupkah penurunan tarif pajak itu menutupi kerugian yang diterima bisnis hotel dan restoran karena Corona?
Menurut Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran penurunan tarif pajak tersebut sebenarnya belum cukup untuk menutupi kerugiaan yang diterima bisnis hotel dan restoran selama ini. Yusran bilang yang paling dibutuhkan bisnis hotel dan restoran saat ini adalah pembebasan pajak.
“Sebenarnya dalam kondisi ini sih pengaruh tidak terlalu banyak penurunan pajak itu, justru yang kita harapkan tadinya kan aturan terhadap pembebasan pajak itu yang seharusnya dikeluarkan bukan penurunannya,” ujar Yusran kepada detikcom, Senin (27/4/2020).
Lantaran bila hanya diturunkan tarif pajaknya maka masih ada biaya yang wajib dikeluarkan perusahaan setiap bulannya. Sedangkan, kedua bisnis ini rata-rata sudah tidak beroperasi atau kehilangan omzet akibat diserang pandemi Corona.
“Sektor pariwisata itu saat ini sudah banyak yang tutup. Rata-rata tidak beroperasi. Artinya kondisi perusahaan juga sudah terjadi rugi,” tambahnya.
Sektor hotel dan restoran disebutnya telah kehilangan omzet hingga 90%. Namun, manfaat penghematan yang didapat perusahaan dari penurunan tarif pajak hanya sekitar 10%. Sehingga belum sanggup menutupi kerugiaan yang diperoleh.
“Bayangkan okupansi kita rata-rata paling tinggi cuma 10% ya kan, itu juga cuman beberapa, yang lainnya sudah banyak yang tutup. Meski ada penghematan sekitar 10% an, tapi kalau ditanya apakah itu membantu atau tidak, menurut saya itu tidak terlalu banyak,” tuturnya.
Selain pembebasan pajak, bisnis hotel dan restoran disebutnya juga butuh relaksasi tarif listrik hingga BPJS.
“Yang paling membebani kita itu adalah masalah PLN dan BPJS. Makanya kita mengharapkan itu diberikan satu relaksasi, belum lagi peraturan OJK yang udah keluar itu tidak serta merta terimplementasi sesuai dengan yang kita harapkan,” tutupnya. (Red)
Sumber : detik.com