MASA DEPAN PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN INDONESIA

Katakepri.com – Oleh: Fauji Marasabessy (Ketua PB HMI PERIODE 2018-2020)

Menjadikan Pariwisata dan Kebudayaan Sebagai Dunia Baru Perekonomian Indonesia

Diera sekarang, pariwisata dan kebudayaan merupakan suatu hal yang harus selalu dijaga, dirawat, dikembangkan dan dilestarikan. Sebab, kedua ini bisa menjadi identitas tersendiri terhadap suatu daerah. Kebudayaan didefenisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya.

Dalam khazanah antropologi Indonesia, kebudayaan dalam perspektif klasik pernah didefenisikan oleh Koentjaraningrat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia yang diperoleh dengan cara belajar. Pengertian ini memberikan penegasan bahwa kebudayaan itu mencakup keseluruhan hasil cipta, karya, dan karsa manusia.

Sedangkan pariwisata dalam dunia modern pada hakikatnya adalah suatu cara memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi hiburan rohani dan jasmani setelah melakukan perjalanan berkali-kali ke suatu tempat. Dan perjalanan itu tentunya untuk mengunjungi berbagai macam keindahan budaya yang ada. Karena sejatinya pariwisata tanpa adanya budaya dari masyarakat hanya akan menjadi suatu kegiatan “jalan-jalan” biasa.

Misalkan di Bali yang sejak dulu terkenal dengan pantainya dan selalu menjadi langganan para wisatawan lokal maupun asing untuk berkunjung. Sebab, bila kita kaji secara mendalam bahwa yang ditawarkan di Bali untuk para wisatawan bukan hanya keindahan pantainya saja. Tapi ada kebudayaan Bali yang sangat eksotis dan unik. Ini yang harus diikuti oleh daerah lain yang ada di Indonesia.

Tidak menjadi rahasia di mata dunia, bahwa Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak potensi. Apalagi bicara tentang pariwisata dan kebudayaan Indonesia ditengah semakin kuatnya arus globalisasi seperti saat  ini. Sebagai sebuah negara, Indoensia dikenal dengan berbagai macam keberagaman dalam tatanan kehidupan. Terdiri dari ribuan pulau (besar maupun kecil) menjadikan negara ini (baca: Indonesia) hadir dengan macam-macam suku, adat, bahasa, dan agama. Diketahui bahwa di Indonesia terdapat sekitar 250 suku/etnis, 250 bahasa (sumber: PSDK Kemendikbud RI, 2016) dan berdasarkan peraturan presiden No. 1 Tahun 1965 UU No. 5 Tahun 1969, terdapat 6 (enam) agama yang secara resmi di Indonesia dan 1 (satu) kepercayaan lainnya, yaitu: agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Khonghucu, dan kepercayaan lainnya.

Kebudayaan Indonesia memiliki karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, terutama faktor geografis, agama, politik, ekonomi dan lain sebagainya. Dijelaskan bahwa karakteristik kebudayaan itu diantaranya: 1) Culture is an adaptive mechanism, 2) Culture is learned, 3) Culture changed, 4) People are usually not aware ot their culture, 5) We don’t know all of our own country, 6) Culture give us a range of permissible behaviors patterns, 7) Culture no langer exist in isolation, 8) Culture is shared

Menurut Cecep Rukendi (2016) seorang pengamat budaya dan pariwisata, mengatakan “Indonesia adalah negara yang kaya raya dengan sumber daya alam dan sumber daya budaya yang melimpah. Bangsa kita merupakan bangsa yang serba multi,baik itu multi-insuler, multi-budaya, multi-bahasa, multi-agama. Kesemuanya itu bila dikelola dengan baik dapat dijadikan sebagai potensi untuk memakmurkan rakyat dan memajukan bangsa kita”.

Ironisnya, dengan begitu banyak potensi pariwisata dan kebudayaan yang sangat kaya di Indonesia. Kita terjebak hanya mengandalkan satu atau beberapa daerah saja, sehingga kemajuan pariwisata Indonesia akan mengalami ketergantungan yang sangat tinggi terhadap daerah tersebut. Hal ini terbukti, ketika di Bali terjadi tragedi bom yang diledakkan oleh kaum teroris, penerimaan devisa negara saat itupun menjadi anjlok. Padahal ada banyak pariwisata kebudayaan di berbagai daerah yang harus dikembangkan. Di Subang, Jawa Barat misalnya, sepuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari jaipong, sisingaan, dan menjadi dalang wayang golek.

Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya.

Menatap Dunia Baru Perekonomian

Dilihat dari potensi sumber daya budaya yang ada, seharusnya Indonesia bisa mampu menata dunia perekenomian yang baru dengan tujuan membawa rakyatnya hidup dalam kesejahteraan. Terbukti dari besarnya sumbangan devisa negara disektor pariwisata sebagai penyumbang devisa terbesar ke-5 di Indonesia. Tetapi sudahkah negara ini mensejahterahan rakyatnya melalui sektor pariwisata?

Dengan pengelolaan yang baik maka sumber daya yang kaya ini dapat berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat. Sehingga masyarakat tentunya tidak akan mengalami ketergartungan terhadap negara (pemerintah). Dibutuhkan perhatian dan perpanjangan tangan dari pemertintah. Perhatian pemerintah secara serius pada aspek sarana prasarana dan fasilitas yang memadai dalam pengembangan parawisata dan kebudayaan yang ada di setiap daerah. Hal ini juga harus ada dukungan dari masyarakat dalam bentuk kerja sama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat.

Menjadi tugas dan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat setempat untuk membuat langkah dan strategi sebagai visi besar yakni mengembangkan perekenomian berbasis pariwisata dan kebudayaan. Misalkan: Pertama, pembanguan objek wisata pendukung seperti akses jalan dan tempat peristirahatan bagi para wisatawan disertai promosi yang intens melalui pegelaran wisata serta bentuk promo lainnya yang diharapkan dapat meningkatkan kunjungan para wisatawan. Kedua, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di setiap daerah minimal dapat mendirikan satu pusat atau sentra pariwisata budaya yang menampilkan keanekaregaman budaya di wilayah atau daerah masing-masing. Bentuk konkretnya, misalkan di Jakarta Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Ketiga, peran masyarakat untuk membuat kelompok seni atau biasa disebut “sanggar seni” sebagai wadah untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya daerah setempat kepada generasi.Langkah ini harus menjadi bahan pertimbangan yang mesti dilihat dan dikaji lagi untuk menatap masa depan Indonesia terkhusus pada bidang pariwisata dan kebudayaan. Pariwisata dan kebudayaan tidak hanya sebagai jalan keluar mewujudkan kesejahteraan masyarakat dari sisi ekonomi, tetapi lebih dari itu dia adalah pesan peradaban Indonesia kepada semua orang di saat ini dan masa depan. (Red*)