Setara Institute Desak Jokowi Bentuk Pusat Legislasi Nasional

Katakepri.com, Jakarta – Setara Institute mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi membentuk Pusat Legislasi Nasional. Musababnya, lembaga ini menemukan banyaknya peraturan daerah dan produk hukum di daerah bernuansa intoleran.

Dalam survei yang digelar pada September 2018-Februari 2019, Setara menemukan banyak peraturan daerah intoleran diproduksi oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.

“Riset ini memperkuat bahwa keberadaan perda-perda diskriminatif adalah bentuk pelanggaran HAM dan menuntut penyikapan ketatanegaraan holistik,” ujar Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani dalam keterangan tertulis, Selasa 13 Agustus 2019.

Ads by Kiosked

Setara menilai, rencana pembentukan Badan Pusat Legislasi Nasional yang disampaikan oleh Jokowi adalah peluang terbaik untuk melakukan dua hal. Pertama, merespons produk hukum daerah diskriminatif yang sudah ada dan berujung pada rekomendasi political review pada masing-masing daerah yang menerbitkannya. Sehingga hal ini tidak menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi No. 137/PUU-XII1/2015 dan No. 56/PUU-XIV/2016.

Kedua, mendesain sekaligus menjalankan peran pengawasan terintegrasi dan berkelanjutan rancangan peraturan daerah dan produk hukum daerah lainnya.

Adapun Pembentukan Badan ini, kata Ismail, membutuhkan rekonsiliasi kewenangan pengawasan Kementerian Dalam Negeri dan kewenangan Kementerian Hukum dan HAM. Hal ini sekaligus memutus tarik menarik kewenangan dan ego sektoral dua kementerian ini dalam penanganan produk hukum daerah.

ADVERTISEMENT

Setara dalam penelitiannya menggunakan data awal temuan Komnas Perempuan, dengan beberapa pemutakhiran. Penelitian ini melengkapi kajian sebelumnya, dari Komnas Perempuan tahun 2016 yang mengidentifikasi 421 kebijakan daerah diskriminatif.

Penelitian juga menggunakan survei Setara Institute tahun 2017 yang mengidentifikasi 71 produk hukum daerah  intoleran dan mengakselerasi praktik intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan.

“Riset ini menggambarkan bagaimana produk hukum daerah dalam berbagai bentuknya, menimbulkan dampak diskriminasi. Baik diskriminasi yang bersifat langsung maupun diskriminasi yang bersifat tidak langsung,” kata Ismail. (Red)

Sumber : tempo.co