Katakepri.con, Jakarta – KPK telah menetapkan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso sebagai tersangka perkara dugaan suap pelaksanaan kerjasama antara PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Simak: Profil Bowo Sidik Pangarso, Caleg Golkar yang Terjerat OTT KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyebut uang suap yang diterima Bowo digunakan untuk serangan fajar pada hari pencoblosan Pemilu 2019, 17 April.
Serangan fajar merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk politik uang dalam rangka membeli suara yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk pemilihan umum.
Penyidik menunjukkan amplop berisi uang barang bukti OTT kerjasama di bidang pelayaran antara PT. Pupuk Indonesia Logistik dengan PT. Humpuss Transportasi Kimia di Jakarta, Kamis, 28 Maret 2019. Uang yang diduga suap tersebut berupa pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop pada 84 kardus. TEMPO/Imam Sukamto
Tonton: Tumpukan Rp 8 Miliar Bowo Sidik Pangarso untuk Serangan Fajar?
“Yang bersangkutan diduga mengumpulkan uang dari sejumlah penerimaan-penerimaan terkait jabatan yang dipersiapkan untuk ‘serangan fajar’ pada Pemilu 2019 nanti,” kata Basaria di kantornya, Jakarta Selatan pada Kamis, 28 Maret 2019.
Dalam konferensi pers tersebut KPK memperlihatkan tumpukan kardus berjumlah 84 yang berisi duit untuk serangan fajar tersebut. Jumlah uang yang disita KPK dan telah dimasukkan ke dalam amplop itu total sekitar Rp 8 miliar. Adapun uang itu dibagi dalam pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu.
Baca juga: Tujuh Orang Kena OTT di Jakarta, KPK: Ada Direksi BUMN
ADVERTISEMENT
Bowo Sidik Pangarso tercatat sebagai calon legislatif atau caleg Partai Golkar daerah pemilihan Jawa Tengah II yang meliputi Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Demak. Serangan fajar ini diduga untuk membeli suara pemilih agar Bowo terpilih kembali sebagai wakil rakyat.
Bowo Sidik bakal dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUPH pasal 64 ayat 1 KUHP. (Red)
Sumber : tempo.co