Oleh : Muhamad Fhirman Aqrabi, S.I.P
Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk masyarakat yang aktif dan bertanggung jawab. Salah satu aspek yang tidak boleh diabaikan dalam kehidupan Demokrasi kita saat ini adalah pendidikan Elektoral atau Pendidikan Kepemiluan. Pendidikan elektoral adalah pendekatan pendidikan yang bertujuan untuk membentuk kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan warga negara dalam mengenali, memahami, dan melaksanakan hak serta tanggung jawab mereka dalam konteks kehidupan berdemokrasi.
Istilah elektoral (electoral) sering dikaitkan dengan politik pemerintahan. Pengertian elektoral adalah pemilihan atau yang berkaitan dengan pemilih. Elektoral dalam demokrasi dapat diartikan sebagai pemilihan umum (pemilu) yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat untuk memilih wakilnya di parlemen dan kepala pemerintahan. Demokrasi elektoral dapat dimaknai sebagai sebuah sistem untuk membuat keputusan-keputusan politik dimana individu-individu mendapatkan kekuasaan untuk memutuskan melalui pertarungan kompetitif memperebutkan suara rakyat .
Sedangkan menurut Larry Diamond (2003) dalam Developing Democracy Toward Consolidation (Yogyakarta: IRE) merumuskan demokrasi sebagai sebuah sistem konstitusional yang menyelenggarakan pemilu multi partai yang kompetitif dan teratur dengan hak pilih universal untuk memilih anggota legislatif dan kepala eksekutif. Demokrasi elektoral atau yang sering disebut juga sebagai pesta demokrasi dalam pemilihan umum anggota dewan, mulai dari daerah sampai pusat, hingga pada Pemilu presiden dan wakil presiden ini menimbulkan suatu fenomena yang menarik untuk diperhatikan.
Fenomena yang menunjukkan adanya perhatian yang demikian besar, berupa pengerahan energi moril dan materiel dari masyarakat dan elit yang berkepentingan langsung dalam pemilihan ini, yang bisa menimbulkan istilah elektoralisme.
Istilah elektoralisme untuk menggambarkan keadaan suatu kondisi dan praktik demokrasi yang didominasi oleh urusan elektoral dan mengorbankan tatanan nilai sosialkultural hanya untuk kepentingan menang-kalah dalam Pemilu. Gejala ini dikatakan oleh Vedi R Hadiz (2005) dalam Dinamika Kekuasaan Ekonomi Politik Indonesia Pasca-Suharto (Jakarta; LP3ES) bahwa tidak diragukan lagi bahwa dewasa ini terdapat ciri-ciri baru yang berkembang dalam politik Indonesia pasca Suharto.
Elektoralisme telah menjadi jauh lebih penting, seperti halnya partai politik, MPR dan DPR/DPRD sebagai sebuah arena persaingan politik di antara elit-elit yang saling berkompetisi. Ciri-ciri baru itu memang sedang menggejala luar biasa di Indonesia dewasa ini. Bahkan jauh setelah Pemilu presiden pertama yang demokratis pada 1999 yang menekankan demokrasi mengutamakan pemilu berkala dan pemenuhan hak-hak politik warga negara. Pemilu menjadi sebuah fenomena yang rumit di masyarakat (akar rumput) karena ada permainan politik dan kebencian yang disebarkan, direncanakan, diarahkan, dan dikelola melalui media sosial dan jejaring teknologi yang bergerak begitu cepat agar menjadi viral.
Seperti ada penggerusan kebebasan demokratik yang sebenarnya hanya pembangunan sebuah alibi oleh para pecundang untuk membenarkan praktik politik yang bobrok. Demokrasi dijadikan alat untuk mengusung kepentingan ekonomi dan politik yang justru bertentangan dengan prinsip demokrasi. Seolah-olah demokrasi hanya soal pemilu. Elektoralisme, mungkin sebuah jalan menuju demokrasi Indonesia yang lebih dalam dan bermakna. Tetapi berkubang dalam perangkap elektoralisme hanya akan membuat demokrasi jalan di tempat. Olehnya itu demokrasi perlu dimaknai ulang bukan hanya sekedar menjadi alat untuk kontestasi kekuasaan tetapi juga harus menjadi alat untuk menyejahterakan rakyat
Disinilah Pendidikan Elektoral dibutuhkan, mengapa pendidikan elektoral begitu penting? Pertama-tama, pendidikan elektoral membantu warga negara untuk memahami prinsip-prinsip dasar demokrasi. Dalam masyarakat demokratis, setiap warga negara memiliki hak dan tanggung jawab dalam proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan kebijakan publik. Pendidikan elektoral mengajarkan tentang hak-hak dan kewajiban tersebut, serta pentingnya partisipasi aktif dalam proses demokrasi, seperti pemilihan umum, pemilihan wakil rakyat, dan keterlibatan dalam organisasi masyarakat sipil.
Selain itu, pendidikan elektoral juga membentuk kesadaran politik yang sehat. Dalam konteks yang semakin kompleks dan seringkali terpolarisasi, warga negara perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang isu-isu politik dan sosial yang relevan. Melalui pendidikan elektoral, mereka dapat belajar menganalisis informasi yang mereka terima, membedakan fakta dari opini, dan mengembangkan sikap kritis yang didasarkan pada pemahaman yang objektif. Hal ini sangat penting untuk menghindari penyebaran informasi palsu atau hoaks yang dapat merusak demokrasi.
Selanjutnya, pendidikan elektoral membantu mengembangkan keterampilan partisipasi dan kepemimpinan. Warga negara yang partisipatif, aktif dan bertanggung jawab tidak hanya memahami hak-hak mereka, tetapi juga memiliki kemampuan untuk melibatkan diri dalam kegiatan politik dan sosial. Pendidikan elektoral dapat memberikan peluang bagi pelajar untuk terlibat dalam simulasi pemilihan, debat publik, atau proyek sosial di masyarakat. Melalui pengalaman ini, mereka dapat mengasah keterampilan berpikir kritis, berkomunikasi dengan efektif, serta bekerja sama dalam kelompok.
Terakhir, pendidikan elektoral berperan penting dalam membentuk sikap kewarganegaraan yang inklusif dan toleran. Melalui pemahaman tentang hak asasi manusia, kesetaraan, dan keberagaman, pendidikan elektoral dapat membantu mengatasi prasangka, diskriminasi, dan konflik sosial. Dengan mengajarkan nilai-nilai demokrasi, seperti dialog, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pendapat.
Dalam kehidupan berdemokrasi kita dewasa ini ada beberapa masalah yang perlu diatasi. Secara umum, ada penurunan partisipasi politik dan kepedulian masyarakat terhadap proses demokrasi. Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi rendah dalam pemilihan umum, rendahnya tingkat keanggotaan dalam organisasi masyarakat sipil, serta kurangnya minat dan pemahaman tentang isu-isu politik dan sosial.
Masalah selanjutnya adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran politik yang sehat. Informasi yang disajikan kepada masyarakat sering kali tidak objektif, terdistorsi, atau bahkan berupa informasi palsu (hoaks). Hal ini menyebabkan masyarakat sulit membedakan fakta dan opini, serta cenderung terpapar pada pemikiran yang dangkal atau terpolarisasi. Ketidakmampuan dalam menganalisis informasi dan pemahaman yang dangkal terhadap isu-isu politik dapat menghambat partisipasi aktif dan pengambilan keputusan yang berdasarkan pada pemikiran yang rasional.
Kemudian kurangnya keterampilan partisipasi dan kepemimpinan di kalangan warga negara. Banyak individu yang merasa tidak percaya diri atau tidak memiliki kemampuan untuk terlibat dalam kegiatan politik dan sosial. Kurangnya peluang atau pengalaman untuk berpartisipasi dalam simulasi pemilihan atau proyek sosial juga membatasi pengembangan keterampilan tersebut. Sebagai hasilnya, banyak warga negara yang menjadi penonton pasif dalam proses demokrasi, tidak merasa memiliki peran dalam pembentukan kebijakan publik, dan kurang mampu mengambil inisiatif atau memimpin dalam upaya perubahan sosial.
Masalah terakhir yang perlu diperhatikan adalah sikap kewarganegaraan yang tidak inklusif dan intoleran. Diskriminasi, prasangka, dan konflik sosial sering kali menjadi hambatan dalam membangun masyarakat yang harmonis dan demokratis. Kurangnya pemahaman tentang hak asasi manusia, kesetaraan, dan keberagaman dapat menyebabkan masyarakat menjadi terpecah belah, sulit untuk mencapai konsensus, dan cenderung mengabaikan atau menindas kelompok minoritas.
Secara khusus, tantangan dalam pendidikan elektoral meliputi kebutuhan untuk mengembangkan kurikulum yang relevan dan efektif, melatih guru yang kompeten dalam mengajar pendidikan elektoral, serta menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendorong partisipasi aktif dan diskusi terbuka. Selain itu, juga perlu diperhatikan upaya untuk membangun kesadaran politik yang sehat melalui pendidikan media dan literasi informasi. Pendekatan yang inklusif dan mendukung perlu diterapkan untuk mengatasi ketimpangan sosial dan memastikan bahwa semua warga negara merasa dihargai dan memiliki suara yang didengar dalam proses demokrasi.
Dalam menghadapi tantangan kompleks yang dihadapi oleh masyarakat saat ini, penting bagi seluruh elemen masyarakat baik pemerintah maupun lembaga yang ada agar mendorong pendidikan elektoral untuk menjadi fokus utama dalam membentuk warga negara yang partisipatif, aktif dan bertanggung jawab. Dengan memperkuat pemahaman, keterampilan, dan sikap kewarganegaraan yang inklusif, pendidikan elektoral dapat menjadi landasan yang kuat untuk membangun masyarakat yang demokratis, toleran, dan berdaya. Melalui pendidikan elektoral, kita memberikan bekal kepada generasi muda untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses demokrasi, mendorong dialog dan kerjasama antar kelompok, serta memperkuat nilai-nilai demokrasi yang menjadi dasar bagi kemajuan bangsa. (Red)
Muhamad Fhirman Aqrabi, S.I.P, Penulis adalah seorang tokoh Pemuda Kabupaten Lingga.