katakepri.com, Banyuwangi – Tak ingin ketinggalan tren makanan dengan pedas berlevel, Fendra Agoprilla Putra (29) mendirikan warung mie baru di Banyuwangi. Namanya cukup unik, Mie Nyonyor.
Menariknya, Ago, sapaan akrabnya, mengaku usaha ini justru diawali dengan berjualan bakso di bangku kuliah.
“Setelah lulus saya mulai gelisah, karena cita rasa bakso buatan saya belum terlalu meyakinkan menurut saya,” tuturnya mengawali cerita kepada detikcom, Kamis (19/7/2018).
Melihat munculnya tren mie pedas dalam berbagai level kemudian mendorong Ago untuk mengubah usahanya menjadi warung mie, tepatnya di tahun 2012.
“Awalnya saya pasarkan pada teman-teman kuliah saya ternyata sambutannya positif, dibilang enak, sehingga saya memutuskan untuk membuka warung,” lanjut alumni Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi tersebut.
Untuk memperluas konsumennya, Ago membuat semacam kuis di media sosial dan pemenangnya bisa makan gratis di warung mienya. “Lama kelamaan mulai banyak yang datang,” tambahnya.
Perlahan tapi pasti, usaha Mie Nyonyor Ago berkembang. Dengan terbuka Ago menjelaskan berapa omzet yang diperolehnya dalam sehari. Bila dilihat dari jumlah rata-rata pengunjung yang datang ke warungnya yang mencapai 200-300 orang perhari, maka omzet warung Ago mencapai Rp 4-5 juta.
Tiap hari, warungnya menghabiskan 4-6 dus mie kering. Satu dus isi 20 mie kering ini sendiri bisa menjadi 60 porsi mie.
“Namun saat weekend atau usai libur panjang pengunjung bisa 2-3 kali lipat. Seperti habis Lebaran kemarin, omzet saya mencapai Rp 10 juta per harinya,” ungkapnya.
Foto: Ardian Fanani
|
Akan tetapi Ago membuktikan warungnya yang terletak di Jalan Medang Kamulan 8, Tamanbaru, Kecamatan Banyuwangi ini taat pajak. Apalagi sejak Pemkab Banyuwangi mengeluarkan kebijakan pemasangan tax monitor sejak Juni 2017. Di Banyuwangi sendiri usaha rumah makan dikenakan pajak 10 persen.
“Awalnya kami menghitung manual, kira-kira berapa yang harus kami bayarkan dari pengunjung yang hadir. Sejak tiga bulan lalu dibantu pemkab menggunakan alat tax monitor, kami justru terbantu. Kami bisa memantau berapa jumlah pajak yang dibayarkan,” tuturnya.
Itu berarti dengan rata-rata omzet sehari mencapai Rp 4-5 juta, maka Ago rata-rata membayar pajak sebesar Rp 500.000-Rp 1 juta dalam, bahkan bisa lebih tergantung jumlah pengunjung.
“Apa yang saya dapat sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Sekarang, apa salahnya membayar sesuatu yang merupakan kewajiban. Itu juga untuk kepentingan umum yang kita juga yang menikmati,” tandasnya.
Meski demikian Ago mengaku tidak membuka franchise atau waralaba. Sebab Ago hanya ingin fokus pada pengembangan gerai Mie Nyonyor yang saat ini dijalankannya. “Sebenarnya saya sudah merasa cukup dengan hasil yang saya dapatkan saat ini. Memang ada rencana mengembangkan, tapi tujuannya untuk membuka lapangan kerja buat saudara atau orang yang membutuhkan,” katanya.
Ago mengaku siap memberikan training secara cuma-cuma kepada mereka yang berniat membuka usaha serupa dengannya. “Hanya saja bumbu rahasia tidak bisa kami berikan, karena itu rahasia perusahaan. Tapi kami memperbolehkan untuk membelinya pada kami,” jelasnya.
Secara terpisah, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas memberikan apresiasi positif kepada Mie Nyonyor. Ia pun berharap langkah Ago yang tertib membayar pajak dapat diikuti oleh pengusaha-pengusaha kuliner lainnya. “Kami atas nama pemerintah daerah berterima kasih pada Mas Ago karena bersedia membayar pajak secara tertib. Semoga ini menjadi contoh yang bisa diikuti oleh pengusaha lainnya di Banyuwangi,” ujarnya dalam kesempatan terpisah. Dijelaskan Anas, tax monitor berfungsi merekam semua transaksi yang berlangsung di hotel dan restoran, termasuk mengeluarkan struk pembayaran yang telah ditambahkan pajak sebesar 10 persen bagi konsumen. “Pajak ini yang membayar tetap konsumen, bukan pemilik warung, namun kami meminta kesediaan pemilik usaha untuk menarik pajak ini. Semua penerimaan pajak akan kembali pada masyarakat berupa infrastruktur dan fasilitas umum,” pungkasnya. (Red) Sumber : detik.com
|