Putin: AS Penyebab Munculnya Perlombaan Senjata Baru

BERLIN, GERMANY - OCTOBER 19: Russian President Vladimir Putin attends a meeting to discuss the Ukrainian peace process at the German federal Chancellery on October 19, 2016 in Berlin, Germany. The leaders of Russia, Ukraine, France and Germany, known as the Normandy Four, met in Berlin to discuss implementation of the peace plan known as the Minsk Protocol, a roadmap for resolving the conflict in Ukraine after Russian forces invaded in 2014 and annexed the peninsula of Crimea. The United States has threatened renewed sanctions on Russia if the country did not either implement the plan in the coming months or arrive at a plan on how to do so. (Photo by Adam Berry/Getty Images)

katakepri.com, Moskow – Presiden Rusia, Vladimir Putin membantah tuduhan bahwa dia menghidupkan kembali sebuah perlombaan senjata dengan meluncurkan kebijakan nuklir baru Rusia. Putin menyebut Amerika Serikat (AS) adalah pihak yang memicu perlombaan senjata itu.

Dalam sebuah wawancara dengan NBC, Putin meyatakan, perlombaan senjata kembali dimulai saat mantan Presiden AS, George W. Bush mematikan sebuah perjanjian rudal berusia 30 tahun pada tahun 2002 lalu.

Putin, dalam wawancara itu menepis klaim di media Barat bahwa dengan memperkenalkan rudal bertenaga nuklir baru, termasuk Sarmat, dia telah memberi isyarat sebuah perlombaan senjata baru. “Retorika yang mengkhawatirkan ini, yang mengisi gerai berita Barat hanyalah bentuk propaganda lain,” kata Putin.

“Sudut pandang saya adalah bahwa orang-orang yang mengatakan bahwa Perang Dingin yang baru telah dimulai sebenarnya bukan analis mereka melakukan propaganda,” katanya, seperti dilnsir Russia Today pada Jumat (2/3).

Pemimpin Rusia itu lalu menyalahkan keputusan Washington pada tahun 2002 untuk menarik dari Perjanjian Rudal Anti-Balistik (Perjanjian ABM) karena meningkatnya konfrontasi. “Jika kita berbicara tentang perlombaan senjata, maka perlombaan senjata dimulai tepat pada saat itu,” ucapnya.

Bush, yang membuat AS menarik diri dari kesepakatan yang diteken tahun 1972 itu, berpendapat bahwa perjanjian tersebut menghambat kemampuan AS untuk melindungi dirinya dari serangan teroris atau negara “nakal” di masa depan.

Putin menambahkan, dia masih yakin kedua negara harus fokus pada apa yang bisa mereka lakukan bersama. Dia mencotohkan, seperti perjuangan melawan tantangan umum terhadap keamanan seperti terorisme.

“Alih-alih menciptakan ancaman satu sama lain, kekuatan besar harus membantu upaya melindungi diri mereka dari teroris,” tukasnya.(Red)

Sumber : sindonews.com