katakepri.com, Jakarta – Ahli hukum pidana dari Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad mengatakan mempidanakan LGBT bukan berarti diskriminatif atau intoleran. Menurutnya hukum harus berdasarkan nilai ideologis yuridis dan aspek lainnya.
“Mempidanakan LGBT bukan berarti bersifat diskriminatif perlakuan yang berbeda, tidak identik dengan diskriminatif perlakuan terhadap LGBT yang dipidanakan bukan berarti tidak toleransi. Toleransi harus ada acuan pada nilai-nilai ideologis, filosofis, sosiologis dan yuridis dengan demikian ada justifikasi yang sangat kuat untuk mempidanakan LGBT,” kata Suparji, di diskusi Polemik LGBT: ‘Dilarang, Dibatasi atau Dibebaskan?’ di Restoran Oemah Sendok, di Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2018).
Ia mengatakan hukum harus berfungsi sebagai kontrol perubahan sosial. Hal itu karena hukum berfungsi mengatur perilaku menyimpang yang ada.
“Jangan hanya dilihat hukum itu sebagai sarana untuk menghukum saja tetapi justru hukum sebagai sarana untuk melakukan perubahan-perubahan yang ada di masyarakat. Melalui hukum itulah perilaku perilaku menyimpang itu diharapkan bisa untuk memperbaiki sekarang ini,” kata Suparji.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Direktur Pusat Studi dan Pendidikan HAM UHAMKA Maneger Nasution, mengatakan, pihak yang menentang LGBT jangan main hakim sendiri. Menurutnya pelaku LGBT harus diobati.
Ia mengatakan di AS terdapat ribuan remaja sedang melakukan terapi orientasi seksual yang dilakukan penasihat agama. Dengan demikian jika ada kemauan melakukan perubahan perilaku dapat diubah dengan undang-undang.
“Sebelumnya ada 700.000 orang-orang dewasa LGBT melakukan reparasi atau pembenaran orientasi seksual dengan demikian sesungguhnya kalau ada kemauan kemauan dan instrumen yang merubah perilaku itu adalah melalui undang-undang maka itu bisa diubah,” ujarnya.
Ia mengatakan semestinya Presiden mengeluarkan Perppu terkait LGBT karena pembahasan RUU KUHP sangat lambat. Ditambah adanya situasi genting atau gawat darurat.
“Sebetulnya kalau Presiden membaca hasil survei dan beberapa penelitian dan pemaparan luar biasa bahwa perilaku ini luar biasa dahsyatnya, Presiden bisa mengambil inisiatif dengan menerbitkan Perppu terutama pada pasal pasal terbatas untuk melawan salah satu kelompok yang dianggap melawan Pancasila misalnya begitu cepat muncul Perppu, ini luar biasa menyangkut masa depan peradaban kita itu kalau Presidennya berani, kalau tidak maka harapan terakhir hanya ada di DPR MPR,” ujar Maneger.
Ia berharap agar pembahasan RUU KUHP segera selesai dengan merevisi hukum zaman Belanda yang dianggap tidak relevan hingga sekarang.
“Kita tetap mendorong walaupun kita tahu sudah 3 dasawarsa ini KUHP tidak selesai dan berharap dengan momentum ini mempercepat penyelesaian pembahasan tentang rencana paparan baru pasal-pasal yang selama ini dianggap kurang dan tidak mengakomodasi persoalan publik,” imbuhnya. (Red)
Sumber : detik.com