katakepri.com –
Lebaran tinggal menghitung hari, nih. Buat kita para pelajar, siap-siap, sebentar lagi bakal ketemu dengan pertanyaan, “udah kelas berapa?” dari sanak saudara di kampung halaman. Lebaran buat pelajar juga menjadi ajang ngumpulin THR dan makan banyak yang bakal berakhir dengan kenaikan berat badan.
Kalau di Indonesia, kita merayakan lebaran dengan pulang ke kampung halaman dan identik dengan kehadiran ketupat di atas meja makan. Trus, gimana dengan pelajar yang lagi menuntut ilmu di negara yang jauh dari rumah? Yuk, simak pengalaman teman-teman di bawah ini yang harus rela lebaran jauh dari keluarga!
Wan Rizqi
Onslow College, Wellington, New Zealand
“Tahun ini, gue dan keluarga merayakan lebaran di Wellington. Salah satu alasan kenapa kita nggak pulang ke Indonesia karena tiket pesawat yang mahal. Tapi, lebaran di sini juga enak. Orang-orang di sini respek dengan kepercayaan kita dan open-minded. Kalangan muslim di sini juga suka ngadain bukber, bahkan muslim Indonesia disini ngadain bukber tiap minggu. Yang paling mengharukan sih pernah ada salah satu universitas di Wellington yang ngadain makan bareng buat murid-muridnya yang muslim, tapi yang non-muslim juga boleh ikutan.
Nggak enaknya lebaran jauh dari rumah ya gue jadi banyak ketinggalan. Misalkan, teman-teman di Indonesia sering bukber, keluarga juga sering silaturahmi. Sementara gue disini cuma bisa chat via Skype dengan mereka.
Bedanya dengan lebaran di Indonesia, kalau di Indonesia, kita saling mengunjungi rumah keluarga. Kalau disini kita mengunjungi keluarga host kami. Tampaknya tahun ini, keluarga gue bakal kayak gitu.”
Abinubli Tariswafi M
Tohoku University, Sendai, Jepang
“Alasan tahun ini aku nggak pulang karena belum ada tabungan untuk beli tiket pulang. Hahaha. Sebenarnya ini bukan lebaran pertama di sini. Tahun 2013 juga aku lebaran di Jepang. Tahun ini lebaran nggak bertepatan dengan festival apa-apa. Tapi karena jatuhnya di hari Minggu, jadi muslim di sini bisa enjoy seharian.
Kalau disini, karena umat Islamnya kebanyakan imigran, jadi ya, tradisinya campur. Yang jelas Masjid Sendai bakal penuh sih, menjelang lebaran. Biasanya setelah salat Ied kumpul-kumpul dan bawa makanan. Oh ya, karena lebaran di sini bukan libur nasional, di sini nggak ada cuti bersama dan nggak ada sale. Tapi itu yang bikin lebih kerasa karena semua orang fokus ibadah.”
Elsa Rizkiya Kencana
Liverpool John Mores University, Inggris
Tahun ini Alhamdulillah bisa ngerasain puasa di negeri orang. Puasa di sini kurang lebih 18-19 jam. Kebetulan baru selesai ujian semester dan harus ngerjain disertasi jadi nggak bisa balik ke Indonesia. Sedih sih, nggak bisa kumpul dengan keluarga besar. Tapi di sini juga banyak mahasiswa Indonesia yang lebaran juga. Jadi kami ngerasainnya bareng-bareng. Karena di sini Muslim minoritas, jadi nggak ada tradisi khusus ketika lebaran. Lebaran di Inggris dibagi tiga kloter, jam 7,8 ,dan 9 pagi. Uniknya, kita bisa ngerasain salat ied bareng orang-orang dari berbagai negara.
Yang bikin beda yang pasti suasananya. Di sini nggak kayak lebaran karena harinya nggak libur. Makanannya juga beda, yang biasanya di Indonesia ada kue-kue, di sini nggak banyak. Semuanya harus tetap disyukuri karena kita masih bisa ngerasain lebaran tahun ini.
Eva Soemartono
Singapura-Sydney
“Dulu pernah ngerasain lebaran di Singapura dan Sydney karena Papah dinas di dua negara itu beberapa tahun. Rasanya sepi sih, udah gitu THR cuma sedikit. Hahaha. Tapi, waktu di Singapura masih jauh lebih enak dari di Sydney. Ini karena aku sekolah di sekolah Indonesia dan ada liburnya. Kalau di sana, keluarga ku suka salat ied di KBRI bareng warga Indonesia yang nggak mudik.
Kalau di Sydney, aku harus ke daerah masyarakat Arab pagi-pagi setelah subu dan pas musim dingin. Suhunya sampai 5 derajat dan salatnya kalau nggak di GOR basket, ya, di lapangan. Ditambah aku nggak libur dan cuma izin setengah atau satu hari setelah itu ke sekolah lagi.
Setiap lebaran, pasti mamahku bikin opor dan rendang dan ajak teman-teman untuk datang. Paling asyik di Sydney karena teman-teman ku juga datang untuk makan. Mereka suka banget sama opor dan rendang padahal bukan orang Indonesia.
Bedanya dengan lebaran di Indonesia, di sini feel-nya tuh ada; libur panjang, ketemu keluarga besar, dan dapat banyak THR walaupun semenjak kuliah udah nggak. Tapi kerasa ramenya kumpul dengan sepupu dan jalan-jalan. Kalau di Singapura dan Sydney ya gitu-gitu aja, flat.” (Red)
Sumber : haionline.com